Jumat, 13 April 2012

Pemimpin yang Baik= Guru yang Baik



Dalam pengalaman sebagai dosen dan sekaligus mendalami kepemimpinan, ternyata ada kesamaan profil menjadi pemimpin yang baik dengan menjadi guru yang baik, di mana pemahamannya bukan hanya di bidang yang dikuasainya, tetapi mampu memahami dunia konseling.

Fakta yang menarik adalah bahwa guru yang baik ternyata harus menjadi konselor yang baik bagi murid-muridnya. Itu sebabnya seorang guru harus belajar mendalami konseling agar dia sukses. Dalam tulisan “Good Teaching” oleh Theodore R. Sizer, mantan Pembantu Rektor bidang Akademik di Harvard University College of Education mengatakan bahwa guru hendaknya menjadi guru profesional yaitu mengetahui hal-hal sederhana soal konseling, termasuk dalam hal-hal yang kecil sehingga murid bertumbuh. Ada beberapa poin yang dia sampaikan:

  1. Mengenal nama dari siswa dan panggil siswa dengan namanya.

  2. Memberikan salam kepada siswa dan rekan kerja dengan hangat dan ramah.

  3. Pergi menghadiri acara-acara siswa di luar kelas, misalnya ibadah, pertandingan, dan lain sebagainya.

  4. Mengingat sesuatu yang pernah digumuli oleh siswa sebelumnya. Contohnya: apakah mamamu sudah keluar rumah sakit?

  5. Hindari bersifat sarkastik dalam memberikan komentar atas kebodohan atau kenakalan yang dilakukan seorang siswa. Ini akan melukai hati siswa.

  6. Jangan pernah toleransi dengan masalah SARA, termasuk lelucon-lelucon masalah SARA.

  7. Ingat pepatah yang diberikan orang tua kita: jika kita tidak bisa menyampaikan atau melihat sesuatu yang baik tentang seseorang, jangan katakan apapun.

  8. Katakan suatu kebenaran atau teguran secara pribadi. Contohnya: Ayu, saya sebenarnya curiga kamu menyontek…, Amir, kamu kurang belajar dan malas sepertinya… Hasan, kamu kok bau ya, apakah kamu tidak mandi pagi? Besok mandi ya… Mei, kamu suka mengganggu…)

  9. Selalu mendorong bahwa kemampuan siswa lebih dari yang merasa dimiliki siswa.

  10. Jadilah guru yang positif, namun hati-hati bila selalu memuji pekerjaan baiknya. Tidak ada seorang pun belajar lebih cepat ketika dia merasa bahwa dia merasa berhasil.

  11. Pertunjukkan persahabatan dan jadilah jujur dan obyektif dalam penilaian terhadap murid-murid yang kita juluki “nakal” atau mengganggu.

  12. Menjadi teman siswa, namun jaga jarak juga.

  13. Jangan pernah menyerah dengan siswa kita, dan jangan menjuluki mereka secara permanen, misalnya: si bodoh, si cerewet, si pemalu, dsb.

  14. Setiap kali memberikan pedoman dan aturan, sampaikan alasannya dan jangan tidak disampaikan apa yang dimaksud.

  15. Tahu membedakan mana siswa yang hanya mendengar dan yang memperhatikan sehingga bisa menyerap. Caranya adalah mendengarkan mereka yaitu memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertanya.
Bila kita buat kesejajaran dengan kepemimpinan, maka kita tinggal mengganti guru dengan kata pemimpin dan mengganti kata siswa dengan bawahan dan kata kerja yang disesuaikan dengan bidang kepemimpinan (saya baru eksperimenkan):

  1. Mengenal nama dari bawahan dan panggil bawahan dengan namanya.

  2. Memberikan salam kepada bawahan dan rekan kerja dengan hangat dan ramah.

  3. Pergi menghadiri acara-acara bawahan di luar kelas, misalnya ibadah, pertandingan, dan lain sebagainya.

  4. Mengingat sesuatu yang pernah digumuli oleh bawahan sebelumnya. Contohnya: apakah mamamu sudah keluar rumah sakit?

  5. Hindari bersifat sarkastik dalam memberikan komentar atas kesalahan atau kegagalan yang dilakukan seorang bawahan. Ini akan melukai hatinya, kita hanya fokus kepada kesalahan pekerjaannya bukan menyerang pribadinya.

  6. Jangan pernah toleransi dengan masalah SARA dan seksualitas, termasuk lelucon-lelucon masalah SARA dan menjurus kepada seks.

  7. Ingat pepatah yang diberikan orang tua kita: jika kita tidak bisa menyampaikan atau melihat sesuatu yang baik tentang seseorang, jangan katakan apapun.

  8. Katakan suatu kebenaran atau teguran secara pribadi. Contohnya: Ayu, saya sebenarnya curiga kamu melakukan sesuatu yang salah…

  9. Selalu mendorong bahwa kemampuan bawahan lebih dari yang merasa dimiliki bawahan.

  10. Jadilah pemimpin yang positif, namun hati-hati bila selalu memuji pekerjaan baiknya. Tidak ada seorang pun belajar lebih cepat ketika dia merasa bahwa dia merasa berhasil.

  11. Pertunjukkan persahabatan dan jadilah jujur dan obyektif dalam penilaian terhadap bawahan.

  12. Menjadi teman bawahan, namun jaga jarak juga sehingga tidak terlalu dekat.

  13. Jangan pernah menyerah dengan bawahan kita, dan jangan menjuluki mereka secara permanen, misalnya: si bodoh, si cerewet, si pemalu, si terlambat dan yang lainnya.

  14. Setiap kali memberikan pedoman dan aturan, sampaikan alasannya dan jangan tidak disampaikan apa yang dimaksud.

  15. Tahu membedakan mana bawahan yang hanya mendengar tetapi kemudian mengabaikan perintah dengan yang memperhatikan sehingga bisa menyerap semua perintah dan menjalankannya. Caranya adalah mendengarkan mereka yaitu memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertanya atau melakukan feedback.
Walk the talk
Ada hal-hal teknis sebagai seorang guru yang harus diperhatikan sehingga dia dapat disebut guru yang berintegritas, yaitu seorang yang “walk the talk”:
1. Jangan lambat masuk kelas.
  1. Kembalikan tugas-tugas murid tepat pada waktunya dengan komentar yang menguatkan, mengembalikan makalah ke mahasiswa dalam dua puluh empat jam.

  2. Penting anak diingatkan untuk mengerjakan tugas dengan jujur. Ini karena banyak orang tua campur tangan mengerjakan tugas-tugas rumah.

  3. Anak diajar untuk menghargai formalitas kelas, tanpa harus formal dan kaku dalam mengembangkan pikiran-pikiran.
Maka bila disejajarkan dengan kepemimpinan, maka dapat dibuat sebagai berikut:
1. Jangan lambat masuk kantor. Datang lebih awal atau tidak datang sama sekali bila terlambat.
  1. Kembalikan tugas-tugas bawahan tepat dalam bentuk komentar yang menguatkan dan mengevaluasi kinerja bawahan dengan memberitahu bagaimana meningkatkannya.

  2. Penting bawahan diingatkan untuk mengerjakan tugas dengan jujur.

  3. Bawahan diajarkan untuk menghargai formalitas organisasi, tanpa harus formal dan kaku dalam mengembangkan pikiran-pikiran dari bawahan.
Ini eksperimen kepemimpinan yang disejajarkan dengan guru. Memang sejak dulu guru disebut pemimpin dan berperan banyak dalam kepemimpinan di masyarakat. Tetapi peran tersebut sudah mulai hilang. Maka tulisan ini mencoba membuat kesejajaran untuk menyatakan bahwa pemimpin yang baik adalah (dan sepatutnya juga) guru yang baik.

Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/11/pemimpin-yang-baik-guru-yang-baik/