Hasil Penelitian Virginia Tech, yang dipublikasikan oleh Journal of
Royal Society Interface, hanya dengan sekali bersin seseorang telah
mengontaminasi satu ruangan dengan virus flu. Virus tersebut akan tetap
aktif walaupun telah lewat satu jam.
Yang
mencengangkan, setelah menganalisis sampel udara dari tiga jenis
ruangan, yaitu pesawat terbang, ruang tunggu sebuah klinik kesehatan,
dan ruang perawatan, diketahui bahwa setiap meter kubik udara terdapat
16 ribu partikel virus flu. Masya Allah!
Itu baru satu jenis virus. Padahal jumlah jenisnya saja tak terhitung, apalagi jumlah populasinya.
Dengan
demikian, jika sampai sekarang populasi manusia masih tetap eksis, itu
menunjukkan bahwa manusia memiliki daya tahan tubuh luar biasa.
Jika
secara fisik manusia dapat bertahan karena dibekali pertahanan yang
kokoh seperti itu, maka demikian pula secara nonfisik (kejiwaan), pasti
ada sistem pertahanan yang juga luar biasa.
Keselamatan
jiwa (hati) menjadi barometer eksistensi diri manusia. Sebab, manusia
yang hatinya rusak tidak bisa disebut sebagai manusia. Ia telah
terjerembab dalam kasta binatang.
Allah Subhanahu Wata’ala, dalam al-Qur`an surat Al-A’raf [7] ayat 179, menjelaskan bahwa
isi neraka jahannam itu kebanyakan berasal dari bangsa jin dan manusia.
Mereka mempunyai hati tetapi tidak digunakan untuk memahami ayat-ayat
Allah Subhanahu Wata’ala. Mereka mempunyai mata tetapi tidak digunakan
untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu Wata’ala. Mereka
mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat
Allah.
Mereka itu, kata Allah SWT, bagaikan binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Sebagai penegas, Allah Subhanahu Wata’ala juga mengatakan:
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلاً
أَلَمْ تَرَ إِلَى رَبِّكَ كَيْفَ مَدَّ الظِّلَّ وَلَوْ شَاء لَجَعَلَهُ سَاكِناً ثُمَّ جَعَلْنَا الشَّمْسَ عَلَيْهِ دَلِيلاً
“Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau
memahami? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (Al-Furqan [25]: 43-44)
Oleh sebab itu wajar bila manusia normal memiliki fitrah untuk
menyelamatkan diri, baik secara fisik maupun nonfisik, dari berbagai
bahaya (madharrat) yang mengancam eksistensinya. Hanya orang stres yang
nekat bunuh diri, atau orang gila yang mau makan makanan busuk yang
kotor dan membahayakan.
Yang Harus Dicegah
Fitrah normal yang mendorong manusia untuk menarik sebanyak mungkin
manfaat, juga terwujud dalam bentuk dorongan untuk menolak madharrat.
Semangat
untuk mengejar peluang kebaikan memberikan daya tolak yang setara
terhadap peluang keburukan. Contoh terbaik dalam hal ini tak lain adalah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.
Betapa
sering Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam berdoa dengan
menggunakan kata “ أسألك" (aku meminta kepada-Mu). Beliau juga sering
menyebut manfaat yang beliau inginkan ketika berdoa. Misalnya, اللهم
اغفر لي ، وارحمني
Beliau
juga kerap menggunakan kata yang mengindikasikan penolakan dan
pencegahan. Misalnya, “ أعوذُ “. Semua doa yang diawali dengan kata itu
pasti bermakna penolakan terhadap madharrat dan pencegahan dari
musibah yang akan menimpa.
Selain hal-hal di atas, hal lain yang kerap dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam adalah:
1. Senantiasa memohon agar selalu memberi manfaat dan mengindari
potensi kemungkaran. Pada waktu pagi, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam
berdoa:
رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِي هَذَا
الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوذُبِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِي هَذَا
الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ
“Wahai tuhanku, aku mohon
kepada-Mu kebaikan di hari ini dan kebaikan di waktu sesudahnya. Aku
berlindung kepada-Mu dari kejahatan hari ini dan kejahatan di waktu
sesudahnya.” (Riwayat Muslim)
Begitu pula banyak doa sejenis yang senantiasa beliau panjatkan secara rutin, baik di pagi maupun sore hari.
2. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam juga memohon kepada Allah
Subhanahu Wata’ala untuk dibebaskan dari kemungkaran pihak manapun tanpa
terkecuali, dengan doa, ”Aku
berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna yang tidak akan
dilampaui seorang yang baik maupun yang jahat, dari keburukan segala
yang ia ciptakan, dari keburukan segala yang turun dari langit dan yang
naik ke langit, dan dari keburukan segala yang ia ciptakan di bumi dan
yang ke luar darinya.” (Riwayat Ahmad)
Masih
banyak doa-doa Nabi Shallallahu "alaihi Wassalam yang menandakan sikap
waspada dan antisipasi dari berbagai macam bahaya yang terbayangkan
maupun yang tidak terduga.
Pihak Pengancam
Ada tiga pihak yang menjadi ancaman manusia terkait eksistensi kehambaan di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala.
Pertama, setan. Sejak awal penciptaan manusia, iblis telah bersumpah serapah dengan mengatakan:
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأَرْضِ وَلأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
(Iblis) berkata, “Ya
Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku
akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi,
dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (Al-Hijr [15]: 39)
Setan mengepung untuk menggoda manusia dari segala sisi. Allah SWT mengungkap upaya mereka:
ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ
أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ
وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka.” (Al-A’raf [7]: 17)
Kedua,
nafsu yang melekat dalam diri manusia. Pada dosis tertentu, nafsu
sebenarnya mempunyai manfaat bagi manusia. Namun, jika dosisnya lebih
dari itu akan menjelma menjadi racun spiritual yang sangat berbahaya.
Apalagi setan juga tidak pernah absen mencari kesempatan untuk
menungganginya.
Allah Subhanahu Wata’a mengabadikan perkataan emas Zulaikha, istri
al-Aziz, dalam al-Qur`an surat Yusuf [12] ayat 53. Kata Zulaikha, ”Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.”
Ibn Katsir menerangkan makna ayat ini. Katanya, ”Nafsu
sering kali mendorong pemiliknya untuk berbuat keburukan, misalnya dosa
besar, karena nafsu adalah kendaraan setan dan dari situlah setan masuk
pada diri manusia”. (Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim,I/400)
Semua manusia pernah takluk kepada nafsu untuk bermaksiat kepada Allah
Subhanahu Wata'ala, baik kafir maupun Muslim. Banyak hal yang dapat
dijadikan bukti atas keberhasilan ideologi nafsu. Dominasi ideologi
liberal saat ini adalah bukti kesuksesan nafsu. Merut kaum liberal,
atas dasar kebebasan berpendapat, tak dilarang mengkritik dan menghujat
agama dan para Nabi.
Ketiga,
manusia yang menjadi kawan setan dan budak nafsu. Mereka adalah sesama
manusia yang menjadi penerus misi setan untuk menyesatkan orang lain
melalui berbagai upaya.
Usaha
mereka bermacam-maca. Mulai dari bujukan, sanjungan, pemberian
fasilitas, sampai pada tingkat pemaksaan dan pembunuhan secara nyata.
Tentang hal ini, Allah menjelaskan dalam Surat al-Baqarah ayat 217. Kata-Nya, ”Mereka
(orang-orang kafir) tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka
(dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya
mereka sanggup.”
Melihat
semua dalil dan data kongkrit di atas, tak ada pilihan lain bagi
seorang Muslim kecuali harus melakukan upaya pertahanan, penolakan, dan
pencegahan sebagai wujud panggilan fitrahnya.
Fitrah
itu menghendaki keselamatan seutuhnya, baik raga maupun jiwa, di dunia
maupun di akhirat, bagi diri maupun orang-orang yang dicintainya. Semoga
Allah menjadikan kita termasuk hamba yang selamat. Wallahu A’lam
bish-Shawab.
|