DR. Amir Faishol Fath
Haji
mabrur adalah dambaan dan cita-cita setiap muslim yang melaksanakan
haji. Tetapi pertanyaannya apa itu haji mabrur? Banyak orang menafsirkan
bahwa haji mabrur adalah haji yang ditandai dengan kejadian-kejadian
aneh dan luar biasa saat menjalani ibadah tersebut di tanah suci.
Kejadian ini lalu direkam sebagai pengalaman ruhani, yang paling
berkesan.
Bahkan kadang ketika ia sering menangis dan terharu
dalam berbagai kesempatan itu juga dianggapnya sebagai tanda dari haji
mabrur. Imam Al Ashfahani menyebutkan haji mabrur artinya haji yang
diterima (maqbul) (lihat mufradat alfadzil Qur’an, h. 114).
Tapi apa tanda-tandanya?
Mabrur diambil dari kata al birru (kebaikan). Dalam sebuah ayat Allah swt berfirman: “lantanalul birra hatta tunfiquu mimma tuhibbun. Kamu tidak akan mendapatkan kebajikan sehingga kamu menginfakkan sebagian apa yang kamu cintai”.
QS.3:92. Ketika digandeng dengan kata haji maka ia menjadi sifat yang
mengandung arti bahwa haji tersebut diikuti dengan kebajikan.
Dengan
kata lain haji mabrur adalah haji yang mengantarkan pelakunya menjadi
lebih baik dari masa sebelumnya. Al Qur’an juga menggunakan kata al birru untuk pengabdian yang terus menerus kepada orang tua wabarraan biwalidati. QS. 19:32. Orang-orang yang selalu mentaati Allah swt dan menjauhi segala yang dilarang disebut al abraar, kelak mereka dihari kiamat akan ditempatkan di surga. “Innal abraara lafii na’iem”. QS.82:13. Bila digabung antara ayat ini dengan hadits Rasulullah: “Al hajjul mabrrur laisa lahuu jazaa illal jannah.” HR
Bukhari, nampak titik temu yang saling melengkapi, bahwa haji mabrur
akan selalui ditandai dengan perubahan dalam diri pelakunya dengan
mengalirnya amal saleh yang tiada putus-putusnya. Bila setelah berhaji
seseorang selalu berbuat baik, sampai ia menghadap Allah swt, maka jelas
ia akan tergolong kelompok al abraar dan pahala yang akan kelak ia dapatkan adalah surga.
Beradasarkan pembahasan di atas bahwa untuk mencapai haji mabrur ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi:
Pertama,
niat yang ikhlas karena Allah swt, bukan karena ingin dipuji orang dan
berbangga-bangga dengan gelar haji. Seorang yang tidak ikhlas dalam
beramal apapun termasuk haji, Allah swt akan menolak amal tersebut
sekalipun di mata manusia ia nampak begitu agung dan mulia.
Kedua, bekalnya harus halal. Haji yang dibekali dengan harta haram pasti Allah swt tolak. Rasulullah saw bersabda: “Sesunguhnya
Allah baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Di akhir hadits ini
Rasulullah menggambarkan seorang musafir sedang berdo’a tetapi
pakaiannya dan makanannya haram, maka Allah tidak akan menerima doa
tersebut.” HR. Muslim. Demikian juga ibadah haji yang dibekali dengan harta haram.
Ketiga, Dari niat yang ikhlas dan bekal yang halal akan lahir syarat yang ketiga: istiqamah.
Istiqamah artinya komitmen yang total untuk mentaati Allah swt dan
tunduk kepada-Nya, bukan saja selama haji, melainkan kapan saja dan di
mana saja ia berada. Haji tidak akan bermakna jika sekembalinya dari
tanah suci, seorang tidak menyadari identitas kehambaanya kepada Allah
swt. Tuntunan syetan kembali diagungkan. Merebut harta haram dan
kemaksiatan menjadi kebiasaannya sehari-hari. Bila ini yang terjadi,
bisa dipastikan bahwa hajinya tidak mabrur. Karena haji mabrur akan
selalu diikuti dengan kebajikan. Pribadi yang istiqamah setelah
menjalankan ibadah haji, akan selalu tenang. Tidak plin-plan.
Perilakunya jelas tidak berwarna-warni seperti bunglon. Apa yang Allah
swt haramkan senantiasa ia hindari, dan apa yang diwajibkan selalu ia
tegakkan secara sempurna.
Allah swt mengajarkan bahwa hanya iman
dan harta halal yang bisa membuat seseorang selalu istiqamah
mentaati-Nya. QS. 2:172, 23:51.
Istiqamah mempertahankan nilai-nilai haji, dan menahan diri dari segala bentuk kemungkaran sekecil apapun.
Seseorang
yang naik haji akan di sebut haji mabrur setelah ia nampak bahwa
hidupnya lebih istiqamah dan kebajikannya selalu bertambah sampai ia
menghadap Allah SWT. Wallahu a’lam bishshawab.