Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
{ قل لا أجد في ما أوحي إلي محرما على طاعم يطعمه إلا أن يكون ميتة أو دما مسفوحا أو لحم خنزير فإنه رجس أو فسقا أهل لغير الله به فمن اضطر غير باغ ولا عاد فإن ربك غفور رحيم } (الأنعام:145)”Katakanlah:"Tidaklah aku dapati dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Rabbmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-An’aam: 145)
Dan al-Qur’an mensifati Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dengan firman-Nya:
{ ويحل لهم الطيبات ويحرم عليهم الخبائث } (الأعراف:157)” ….Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk ..." (QS. Al-A’raaf: 157)
Ilmu pengetahuan (Sains) telah menetapkan dengan ketetapan yang
tidak menyisakan keraguan bahwa darah yang Allah ciptakan dalam daging
binatang, membawa bakteri dan keburukan (bahaya) yang banyak.
Dan dari sini kita bisa mengetahui hikmah dan tujuan syari’at dari penyembelihan binatang yang diperintahkan oleh Syari’at Islam sebelum seseorang mengkonsumsi daging hewan tersebut. Hal itu karena dalam penyembelihan terjadi proses pengeluaran darah yang kotor dan berbahaya tersebut.
Dan dari sini kita bisa mengetahui hikmah dan tujuan syari’at dari penyembelihan binatang yang diperintahkan oleh Syari’at Islam sebelum seseorang mengkonsumsi daging hewan tersebut. Hal itu karena dalam penyembelihan terjadi proses pengeluaran darah yang kotor dan berbahaya tersebut.
Dan rahasia dalam pengharaman darah adalah apa yang telah
dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern pada hari ini bahwa darah adalah
sarang yang bagus untuk perkembangbiakan bakteri dan pertumbuhannya.
Kemudian lebih dari itu ia tidak mengandung gizi sedikit pun, akan tetapi ia justru menyebabkan gangguan pencernaan, sampai-sampai jika sebagian dari darah tersebut dimasukkan ke dalam perut (lambung) manusia, maka secara langsung lambung akan memuntahkannya, atau darah tersebut akan keluar bersama kotoran dalam bentuk hitam tanpa dicerna (oleh lambung).
Kemudian lebih dari itu ia tidak mengandung gizi sedikit pun, akan tetapi ia justru menyebabkan gangguan pencernaan, sampai-sampai jika sebagian dari darah tersebut dimasukkan ke dalam perut (lambung) manusia, maka secara langsung lambung akan memuntahkannya, atau darah tersebut akan keluar bersama kotoran dalam bentuk hitam tanpa dicerna (oleh lambung).
Dan semua penelitian ilmiah dalam bidang ini menguatkan
(mendukung), bahwa bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh minum darah atau
memasaknya adalah sangat besar, dikarenakan bakteri-bakteri yang
terkandung dalam darah, terlebih lagi bahwasanya darah -berbeda dengan
apa yang dibayangkan - adalah unsur yang sangat miskin (tidak
mengandung) gizi, dan bahwasanya kadar protein yang terkandung dalam
darah telah bercampur dengan unsur-unsur (zat-zat) yang sangat beracun,
dan sangat berbahaya.
Hal yang menjadikan seseorang untuk mengkonsumsinya berada dalam risiko besar, dan menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan. Bahkan yang lebih berbahaya dari itu, darah mengandung unsur-unsur beracun, yang berada di garis terdepannya adalah karbon dioksida, sebuah gas mematikan “mencekik”.
Dan ini menjelaskan juga larangan memakan binatang yang mati tercekik. Hal itu karena binatang yang mati “tercekik” ia tidaklah mati melainkan hanya karena bertumpuknya gas ini (karbondioksida) dalam darahnya yang menyebabkan kematiannya.
Hal yang menjadikan seseorang untuk mengkonsumsinya berada dalam risiko besar, dan menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan. Bahkan yang lebih berbahaya dari itu, darah mengandung unsur-unsur beracun, yang berada di garis terdepannya adalah karbon dioksida, sebuah gas mematikan “mencekik”.
Dan ini menjelaskan juga larangan memakan binatang yang mati tercekik. Hal itu karena binatang yang mati “tercekik” ia tidaklah mati melainkan hanya karena bertumpuknya gas ini (karbondioksida) dalam darahnya yang menyebabkan kematiannya.
Dan apa yang telah kami kemukakan di atas berupa akibat-akibat
(efek-efek) yang membahayakan yang ditimbulkan dari pengkonsumsian darah
sudah cukup –menurut pandangan saya- untuk mengharamkannya dan untuk
pembuatan aturan (hukum) yang melarang untuk mengkonsumsinya.
Masih ada Kami katakan:”Bahwa sesungguhnya Islam telah mentoleransi
darah yang sedikit, disebabkan sulitnya seseorang untuk menghindarinya,
dan ketiadaan bahaya di dalamnya. Oleh sebab itu darah yang dilarang
dalam nash Alquran disifati dengan لمسفوح (darah yang mengucur/mengalir)
dalam firman-Nya:
{ أو دما مسفوحا }” Atau darah yang mengalir.” (QS. Al-An’aam: 145)
Hal ini menunjukkan bahwa darah yang terjebak dalam daging (berada
dalam daging dan tidakmemancar ketika disembelih) tidak masuk ke dalam
larangan ini. Imam ath-Thabari rahimahullah mengatakan dalam hal ini:"
Dalam pensyaratan yang ditetapkan oleh Dzat Yang Mahaterpuji ketika
menjelaskan kepada hamba-Nya tentang haramnya darah, bahwasanya darah
tersebut disyaratkan harus yang mengalir (memancar) adalah bukti yang
jelas bahwasanya jika ia tidak tercurah/mengalir (tetap berada di dalam
daging setelah proses penyembelihan) hukumnya adalah halal dan tidak
najis."
Mahasuci Dzat yang telah mengajarkan kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam apa yang tidak beliau ketahui, dan Dia mengabarkan
kenikmatan yang diberikan tersebut dengan firman-Nya:
{ وعلمك ما لم تكن تعلم وكان فضل الله عليك عظيما } (النساء113)” …Dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan karunia Allah adalah sangat besar atasmu.” (QS. An-Nisaa’: 113)
Mahasuci Dzat yang telah memuliakan makhluk-Nya ini dengan agama yang benar, jalan lurus, dan cara hidup yang jelas:
SUMBER{ قد جاءكم رسولنا يبين لكم كثيرا مما كنتم تخفون من الكتاب ويعفو عن كثير قد جاءكم من الله نور وكتاب مبين } (المائدة:15)” …Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepada kalian banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.” (QS. Al-Maa’idah: 15)