Kamis, 09 Agustus 2012

Niat Shaum

Ilustrasi (Ramadhan)


Kajian spesial bulan suci Ramadhan kedua kedua membahas niat berpuasa.
Hadits 656
وَعَنْ حَفْصَةَ أُمِّ اَلْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا, عَنِ اَلنَّبِيِّ  قَالَ:  مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ اَلصِّيَامَ قَبْلَ اَلْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ 
(رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَمَالَ النَّسَائِيُّ وَاَلتِّرْمِذِيُّ إِلَى تَرْجِيحِ وَقْفِهِ, وَصَحَّحَهُ مَرْفُوعًا اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَ.  وَلِلدَّارَقُطْنِيِّ: لاَ صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يَفْرِضْهُ مِنَ اَللَّيْلِ)
Dari Hafshah; Ummul Mukminin radhiallahu anha, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
“Siapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.”
(Diriwayatkan oleh perawi yang lima (Ahmad, Abu Daud, Tirmizi, Nasai dan Ibnu Majah). An-Nasai dan Tirmizi lebih condong menguatkan bahwa hadits ini mauquf. Sedangkan Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah setuju bahwa hadits ini marfu. Sedangkan redaksi dalam riwayat Ad-Daruquthni berbunyi, “Tidak ada puasa bagi yang tidak memantapkan niat di malam hari.”)
Catatan:
-       Hadits mauquf adalah hadits yang riwayatnya hanya sampai kepada shahabat, dalam riwayat di atas hanya sampai kepada Hafshah.
-       Hadits marfu’ adalah hadits yang riwayatkan bersambung terus hingga sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
-       Hadits ini dinyatakan shahih oleh beberapa pakar hadits, di antaranya oleh Al-Albany dalam Shahih Al-Jami Ash-Shagir, no. 11480
 Hadits 657
 وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:  دَخَلَ عَلَيَّ اَلنَّبِيُّ ذَاتَ يَوْمٍ، فَقَالَ: “هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ? ” قُلْنَا: لاَ. قَالَ: فَإِنِّي إِذًا صَائِمٌ ، ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ, فَقُلْنَا: أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ, فَقَالَ: أَرِينِيهِ, فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا  فَأَكَلَ   (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
Dari Aisyah radhiallahu anha, dia berkata,
“Nabi suatu saat mendatangi aku, lalu dia bertanya, ‘Apakah padamu ada sesuatu (makanan)?’ Kami katakan, ‘Tidak.’ Beliau berkata, ‘Kalau begitu aku berpuasa.’ Kemudian pada hari yang lain dia mendatangi kami lagi, maka kami katakan kepadanya, ‘Ada yang memberi kita hais (sejenis makanan).’ Maka beliau berkata, ‘Perlihatkan kepadaku, hari ini aku (sebenarnya) berpuasa.’ Lalu beliau memakannya.”  (HR. Muslim)
Pemahaman dan Kesimpulan Hukum
-       Para ulama berbeda pendapat tentang niat puasa. Sebagian memasukkan niat sebagai rukun puasa, sebagian lainnya menjadikan niat sebagai syarat puasa. Apapun kesimpulannya, orang yang hendak berpuasa diharuskan menyertakan niat berpuasa untuk beribadah karena Allah Ta’ala.
-       Dalam hadits Hafshah (656) disimpulkan bahwa bagi yang ingin berpuasa, diharuskan memantapkan niat di malam sebelum fajar. Waktunya sejak terbenam matahari hingga menjelang terbit fajar.  Para ulama umumnya mengatakan bahwa keharusan ini berlaku pada puasa Ramadan, juga termasuk puasa yang dianggap wajib, seperti puasa nazar, kafarat, dll.
-       Adapun terhadap puasa sunah, dibolehkan jika baru niat di pagi hari setelah fajar, jika dia belum melakukan sesuatu yang membatalkan puasa, berdasarkan dalil hadits Aisyah (657) yang disebutkan berikutnya.
-       Niat itu sendiri adalah berkehendak di dalam hati untuk melakukan sesuatu. Maka seseorang cukup dikatakan telah niat apabila di malam Ramadan dia sudah niat puasa keesokan harinya, atau jika dia makan sahur untuk puasa, maka itu pun sudah dianggap niat. Jika melihat kasusnya, sebenarnya sangat jarang didapatkan seorang muslim yang tinggal di negeri muslim yang tidak niat berpuasa di malam harinya.
-       Tidak ada redaksi khusus yang ditetapkan syariat untuk diucapkan sebagai niat berpuasa. Di sebagian masyarakat, selepas shalat taraweh, jamaah shalat membaca redaksi yang mereka anggap sebagai niat, seperti bacaan “nawaitu shauma ghodin….. “ Sebagian orang merasa dirinya belum niat kalau dia tidak membaca redaksi tersebut. Itu keliru. Sebagaimana telah dikatakan, dia sudah dianggap niat, jika besok dia sudah berencana berpuasa Ramadan, atau dia sahur untuk berpuasa.
-       Apakah cukup niat sekali untuk sebulan Ramadan ataukah niat harus dilakukan setiap malam? Jumhur ulama berpendapat bahwa niat harus dilakukan setiap malam. Sebab menurut mereka, puasa di bulan Ramadan masing-masing berdiri sendiri, kalau ada satu hari yang batal, maka hari-hari lainnya tidak dianggap batal. Adapun yang masyhur dalam mazhab Maliki, niat puasa dapat dilakukan pada malam pertama untuk sebulan, kecuali jika ada satu hari dia tidak berpuasa, maka dia harus berniat lagi untuk puasa hari berikutnya. Karena menurutnya, puasa di bulan Ramadan adalah satu kesatuan yang tak terpisah. Pendapat jumhur ulama lebih hati-hati. Wallahua’lam.
-       Terkait dengan hadits Aisyah (657) di dalamnya terdapat pelajaran tentang kesederhanaan rumah tangga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan bahwa beliau tidak memberatkan isterinya.
-  Berdasarkan hadits ini (657) para ulama menyimpulkan bahwa dalam puasa sunah, seseorang boleh niat di pagi hari selama belum melakukan sesuatu yang membatalkan puasa. Juga disimpulkan oleh para ulama bahwa dalam puasa sunah, seseorang boleh membatalkannya begitu saja. Apalagi jika ada alasan yang dipandang baik. Namun jika ada alasan mendesak, lebih baik diteruskan berpuasa, bahkan sebagian ulama mengharuskannya. Tetapi dalam puasa wajib, seorang yang telah niat berpuasa, tidak boleh membatalkannya begitu saja, kecuali jika ada uzur/alasan yang diterima syara’. Wallahua’lam.