Merry Wahyuningsih - detikHealth
ilustrasi (foto: Thinkstock)
Berdasarkan data Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI tentang Rumah Tangga Termiskin Terperangkap Konsumsi Rokok (2009), ada 68 persen (7 dari 10) rumah tangga di Indonesia yang memiliki pengeluaran untuk membeli rokok. Juga terdapat 57 persen (6 dari 10) rumah tangga termiskin yang memiliki pengeluaran untuk membeli rokok.
Data Riskesdas 2007 juga menunjukkan bahwa perokok terbanyak berasal dari orang dewasa berpendapatan terendah dan tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah atau tidak tamat SD).
Pada rumah tangga termiskin, pengeluaran untuk membeli rokok bahkan menjadi urutan kedua setelah makanan pokok.
"Pengeluaran untuk rokok hanya lebih kecil dari beras (makanan pokok). Pengeluaran untuk mengorbankan biaya untuk kepentingan lainnya seperti kesehatan dan pendidikan," jelas Abdillah Ahsan, peneliti Lembaga Demografi FEUI dalam acara temu media di Gedung Kemenkes, Kuningan, Jakarta, Jumat (25/5/2012).
Bila dirinci, pada keluarga miskin pengeluaran untuk membeli rokok setara dengan 11 kali biaya untuk membeli daging, 7 kali membeli buah-buahan, 6 kali biaya pendidikan, 5 kali biaya susu telur dan 5 kali biaya kesehatan.
"Jadi banyak sekali yang dikorbankan. Kalau dirinci selama 10 tahun biaya yang dihabiskan untuk rokok sampai Rp 36 juta. Sangat disayangkan biaya sebesar itu dibuang untuk hal yang tidak bermanfaat, malah beberapa kemudian si perokok bisa kena macam-macam penyakit. Nah, kalau sudah sakit siapa yang mau menanggung biayanya?," tambah Abdillah yang juga merupakan dosen FEUI.
Harap Abdillah, ada baiknya bila biaya yang dikeluarkan untuk membeli sebungkus rokok bisa dialihkan menjadi biaya keperluan pokok lainnya seperti biaya pendidikan atau kesehatan.
"Banyak orang miskin yang menyatakan susah untuk bayar uang sekolah, untuk makan. Padahal mereka bisa membeli rokok. Artinya kan ada alokasi dana untuk itu," imbuh Abdillah.
Sumber