Tampilkan postingan dengan label GURU. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label GURU. Tampilkan semua postingan

Kamis, 12 April 2012

Tips Mengatasi Anak Yang Malas Belajar

Beberap hari lalu saya sempat berdiskusi dengan teman sekos saya, mulanya beliau bercerita tentang adik laki-lakinya yang malas untuk belajar padahal sebentar lagi dia akan menghadapi ujian akhir kelulusan SD. Sebuat saja namanya “Ardi”, Ardi ini termasuk anak yang belum bisa belajar dengan baik atau masih malas-malasan, kalaupun dia belajar itu hanya untuk menghindari omelan kakak dan ibunyan yang selalu menyuruhnya untuk belajar, dan bisa ditebak selama dia di ruang belajar yang dilakukan pun hanya pura-pura belajar atau belajar asal-asalan, sekolah pun hanya sekedar sebagai rutinitas seharian yang hanya berlalu begitu saja, sekedar menuruti perintah orang tua.
 
Apa yang terjadi pada Ardi sebenarnya juga banyak dialami anak-anak usia sekolah di masyarakat kita. Tak terhitung lagi berapa banyak orang tua yang mengeluh dan kecewa dengan nilai anaknya yang jeblok (jelek) karena anaknya malas belajar, dan sebaliknya tidak jarang juga kita menemukan anak yang ngambek atau menagis gara-gara selalu disuruh belajar. Ada orang tau yang memarahi anaknya, mengancam si anak untuk tidak akan membelikan ini dan itu kalau si anak tidak belajar, membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain, atau bahkan ada orang tua yang mengunakan cara kekerasan (menjewer, menyentil, mencubit, atau memukul). Jelas semua ini akan sangat berpengaruh pada fisik maupun psikis siswa.

Lalu sebenarnya bagaimanakah cara untuk mengatasi anak yang malas belajar? Masih perlukan kita dengarkan keluhan-keluahn orang tua tentang anaknya yang malas belajar? Haruskah anak itu ngambek atau menagis gara-gara dimarahin orang tuanya dan disuruh-suruh untuk belajar?
Untuk mengatasi permasalahan tersebut ada baiknya kalau terlebih dahulu kita mencari penyebab dari prikalu malas belajar, kemudian baru mencari solusi guna mengatasinya. Betul Bu/Pak….? :D 

Malas belajar pada anak secara psikologis merupakan wujud dari melemahnya kondisi mental, intelektual, fisik, dan psikis anak. Malas belajar timbul dari beberapa faktor, untuk lebih mudahnya terbagi menjadi dua faktor besar, yaitu: 1) faktor intrinsik ( dari dalam diri anak), dan 2) Faktor ekstrinsik (faktor dari luar anak).

1. Dari Dalam Diri Anak (Intrinsik)
Rasa malas untuk belajar yang timbul dari dalam diri anak dapat disebabkan karena kurang atau tidak adanya motivasi diri. Motivasi ini kemungkinan belum tumbuh dikarenakan anak belum mengetahui manfaat dari belajar atau belum ada sesuatu yang ingin dicapainya. Selain itu kelelahan dalam beraktivitas dapat berakibat menurunnya kekuatan fisik dan melemahnya kondisi psikis. Sebagai contoh, terlalu lama bermain, terlalu banyak mengikuti les ini dan les itu, terlalu banyak mengikuti ekstrakulikuler ini dan itu, atau membantu pekerjaan orangtua di rumah, merupakan faktor penyebab menurunnya kekuatan fisik pada anak. Contoh lainnya, terlalu lama menangis, marah-marah (ngambek) juga akan berpengaruh pada kondisi psikologis anak.

2. Dari Luar Anak (Ekstrinsik)
Faktor dari luar anak yang tidak kalah besar pengaruhnya terhadap kondisi anak untuk menjadi malas belajar. Hal ini terjadi karena:

a. Sikap Orang Tua
Sikap orang tua yang tidak memberikan perhatian dalam belajar atau sebaliknya terlalu berlebihan perhatiannya, bisa menyebabkan anak malas belajar. Tidak cukup di situ, banyak orang tua di masyarakat kita yang menuntut anak untuk belajar hanya demi angka (nilai) dan bukan mengajarkan kepada anak akan kesadaran dan tanggung jawab anak untuk belajar selaku pelajar. Akibat dari tuntutan tersebut tidak sedikit anak yang stress dan sering marah-marah (ngambek) sehingga nilai yang berhasil ia peroleh kurang memuaskan. Parahnya lagi, tidak jarang orang tua yang marah-marah dan mencela anaknya bilamana anak mendapat nilai yang kuang memuaskan. Menurut para pakar psikologi, sebenarnya anak usia Sekolah Dasar janga terlalu diorentasikan pada nilai (hasil belajar), tetapi bagaimana membiasakan diri untuk belajar, berlatih tanggung jawab, dan berlatih dalam suatu aturan.

b. Sikap Guru
Guru selaku tokoh teladan atau figur yang sering berinteraksi dengan anak dan dibanggakan oleh mereka, tapi tidak jarang sikap guru di sekolah juga menjadi objek keluhan siswanya. Ada banyak macam penyebabnya, mulai dari ketidaksiapan guru dalam mengajar, tidak menguasai bidang pelajaran yang akan diajarkan, atau karena terlalu banyak memberikan tugas-tugas dan pekerjaan rumah. Selain itu, sikap sering terlambat masuk kelas di saat mengajar, bercanda dengan siswa-siswa tertentu saja atau membawa masalah rumah tangga ke sekolah, membuat suasana belajar semakin tidak nyaman, tegang dan menakutkan bagi siswa tertentu.

c. Sikap Teman
Ketikan seorang anak berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah, tentunya secara langsung anak bisa memperhatikan satu sama lainnya, sikap, perlengkapan sekolah, pakaian dan asesoris-asesoris lainnya. Tapi sayangnya tidak semua teman di sekolah memiliki sikap atau perilaku yang baik dengan teman-teman lainnya. Seorang teman yang berlebihan dalam perlengkapan busana sekolah atau perlengkapan belajar, seperti sepatu yang bermerk yang tidak terjangkau oleh teman-teman lainnya, termasuk tas sekolah dan alat tulis atau sepeda dan mainan lainnya, secara tidak langsung dapat membuat iri teman-teman yang kurang mampu. Pada akhirnya ada anak yang menuntut kepada orang tuanya untuk minta dibelikan perlengkapan sekolah yang serupa dengan temannya. Bilamana tidak dituruti maka dengan cara malas belajarlah sebagai upaya untuk dikabulkan permohonannya.

d. Suasana Belajar di Rumah
Bukan suatu jaminan rumah mewah dan megah membuat anak menjadi rajin belajar, tidak pula rumah yang sangat sederhana menjadi faktor mutlak anak malas belajar. Rumah yang tidak dapat menciptakan suasana belajar yang baik adalah rumah yang selalu penuh dengan kegaduhan, keadaan rumah yang berantakan ataupun kondisi udara yang pengap. Selain itu tersedianya fasilitas-fasilitas permainan yang berlebihan di rumah juga dapat mengganggu minat belajar anak. Mulai dari radio tape yang menggunakan kaset, CD, VCD, atau komputer yang diprogram untuk sebuah permainan (games), seperti Game Boy, Game Watch maupun Play Stations. Kondisi seperti ini berpotensi besar untuk tidak terciptanya suasana belajar yang baik.

e. Sarana Belajar
Sarana belajar merupakan media mutlak yang dapat mendukung minat belajar, kekurangan ataupun ketiadaan sarana untuk belajar secara langsung telah menciptakan kondisi anak untuk malas belajar. Kendala belajar biasanya muncul karena tidak tersedianya ruang belajar khusus, meja belajar, buku-buku penunjang (pustaka mini), dan penerangan yang bagus. Selain itu, tidak tersediannya buku-buku pelajaran, buku tulis, dan alat-alat tulis lainnya, merupakan bagian lain yang cenderung menjadi hambatan otomatis anak akan kehilangan minat belajar yang optimal.
Enam langkan untuk mengatasi mals belajar pada anak dan membantu orangtua dalam membimbing dan mendampingi anak yang bermasalah dalam belajar antara lain:

1. Mencari Informasi
Orangtua sebaiknya bertanya langsung kepada anak guna memperoleh informasi yang tepat mengenai dirinya. Carilah situasi dan kondisi yang tepat untuk dapat berkomunikasi secara terbuka dengannya. Setelah itu ajaklah anak untuk mengungkapkan penyebab ia malas belajar. Pergunakan setiap suasana yang santai seperti saat membantu ibu di dapur, berjalan-jalan atau sambil bermain, tidak harus formal yang membuat anak tidak bisa membuka permasalahan dirinya.

2. Membuat Kesepakatan bersama antara orang tua dan anak.
Kesepakatan dibuat untuk menciptakan keadaan dan tanggung jawab serta memotivasi anak dalam belajar bukan memaksakan kehendak orang tua. Kesepakatan dibuat mulai dari bangun tidur hingga waktu hendak tidur, baik dalam hal rutinitas jam belajar, lama waktu belajar, jam belajar bilamana ada PR atau tidak, jam belajar di waktu libur sekolah, bagaimana bila hasil belajar baik atau buruk, hadiah atau sanksi apa yang harus diterima dan sebagainya. Kalaupun ada sanksi yang harus dibuat atau disepakati, biarlah anak yang menentukannya sebagai bukti tanggungjawabnya terhadap sesuatu yang akan disepakati bersama.

3. Menciptakan Disiplin.
Bukanlah suatu hal yang mudah untuk menciptakan kedisiplinan kepada anak jika tidak dimulai dari orang tua. Orang tua yang sudah terbiasa menampilkan kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari akan dengan mudah diikuti oleh anaknya. Orang tua dapat menciptakan disiplin dalam belajar yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Latihan kedisiplinan bisa dimulai dari menyiapkan peralatan belajar, buku-buku pelajaran, mengingatkan tugas-tugas sekolah, menanyakan bahan pelajaran yang telah dipelajari, ataupun menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam suatu pelajaran tertentu, terlepas dari ada atau tidaknya tugas sekolah.

4. Menegakkan Kedisiplinan.
Menegakkan kedisiplinan harus dilakukan bilamana anak mulai meninggalkan kesepakatan-kesepakatan yang telah disepakati. Bilamana anak melakukan pelanggaran sedapat mungkin hindari sanksi yang bersifat fisik (menjewer, menyentil, mencubit, atau memukul). Untuk mengalihkannya gunakanlah konsekuensi-konsekuensi logis yang dapat diterima oleh akal pikiran anak. Bila dapat melakukan aktivitas bersama di dalam satu ruangan saat anak belajar, orang tua dapat sambil membaca koran, majalah, atau aktivitas lain yang tidak mengganggu anak dalam ruang tersebut. Dengan demikian menegakkan disiplin pada anak tidak selalu dengan suruhan atau bentakan sementara orang tua melaksanakan aktifitas lain seperti menonton televisi atau sibuk di dapur.

5. Ketegasan Sikap
Ketegasan sikap dilakukan dengan cara orang tua tidak lagi memberikan toleransi kepada anak atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya secara berulang-ulang. Ketegasan sikap ini dikenakan saat anak mulai benar-benar menolak dan membantah dengan alasan yang dibuat-buat. Bahkan dengan sengaja anak berlaku ’tidak jujur’ melakukan aktivitas-aktivitas lain secara sengaja sampai melewati jam belajar. Ketegasan sikap yang diperlukan adalah dengan memberikan sanksi yang telah disepakati dan siap menerima konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukannya.

6. Menciptakan Suasana Belajar
Menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman merupakan tanggung jawab orangtua. Setidaknya orang tua memenuhi kebutuhan sarana belajar, memberikan perhatian dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat belajar. Sebagai selingan orangtua dapat pula memberikan permainan-permainan yang mendidik agar suasana belajar tidak tegang dan tetap menarik perhatian.
Ternyata malas belajar yang dialami oleh anak banyak disebabkan oleh berbagai faktor. Oleh karena itu sebelum anak terlanjur mendapat nilai yang tidak memuaskan dan membuat malu orangtua, hendaknya orang tua segera menyelidiki dan memperhatikan minat belajar anak. Selain itu, menumbuhkan inisiatif belajar mandiri pada anak, menanamkan kesadaran serta tanggung jawab selaku pelajar pada anak merupakan hal lain yang bermanfaat jangka panjang. Jika enam langkah ini dapat diterapkan pada anak, maka sudah seharusnya tidak adalagi keluhan dari orang tua tentang anaknya yang malas belajar atau anak yang ngambek karena selalu dimarahi orang tuanya.

Sumber : http://forumstudimahasiswa.wordpress.com/2010/02/16/tips-mengatasi-anak-yang-malas-belajar-2/ 
Lihat Selengkapnya »»  

Minggu, 08 April 2012

Uji Kompetensi, Penilaian Kinerja, dan Pengembangan Keprofesian Berkelajutan


 

Guru, kepala sekolah, dan pengawas merupakan tiga pilar utama penjamin mutu pendidikan karena ketiganya berperan langsung dalam menjamin terwujudnya target mutu belajar siswa. Hanya kepala sekolah dan pengawas yang secara formal mendapat kewenangan masuk kelas ketika guru sedang melaksanakan tugas mengajar untuk mengkritisnya.

Itu berarti hanya kepala sekolah dan pengawas yang memiliki kewenangan untuk memastikan bahwa guru-guru menunaikan tugas secara profesional sehingga memenuhi standar. Fakta yang ada hingga saat ini  informasi yang dapat menggambarkan proses dan produktivitas guru dalam merupakan barang langka. Hal tersebut merupakan dampak dari sistem penyelenggaraan sistem pendidikan yang belum menjadikan supervisi sebagai bagian dari sistem yang terkontrol secara efektif.

Berdasarkan penyelenggaraan sistem pendidikan sesungguhnya sedang dirundung masalah bagaimana meningkatkan kinerja kepala sekolah dan pengawas dapat melaksanakan tugas supervisi secara efektif agar menghasilkan informasi yang bermakna untuk menunjang sistem pengambilan keputusan dalam rangka membangun kebijakan peningkatan mutu pendidikan.

Sebenarnya banyak sudah instrumen regulasi yang mengatur kewajiban kepala sekolah dan pengawas untuk melaksanakan tugas supervisi. Banyak pula kepala sekolah dan pengawas telah melaksanakan tugasnya, sampai pada kegiatan pemantauan pelaksanaan pembelajaran dalam kelas. Namun, hingga saat ini produk pelaksanaan tugas tersebut belum diproses sehingga menghasilkan informasi yang menggambarkan kondisi faktual di lapangan.

Pada saat ini permasalah tersebut sedang menjadi perhatian  Kemendikbud. Disain kebijakan pada dasarnya mengarah pada  pengembangan strategi untuk memecahkan masalah “bagaimana mengetahui kinerja guru, kepala sekolah, dan pengawas dalam menunaikan tugas utamanya”.

Untuk mengatasi permasalah tersebut Kemendikbud mengembangkan tiga pilar pengembangan keprofesian berkelanjutan melalui pengembangan kompetensi sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan dalam meningkatkan penjaminan mutu pendidikan melalui tiga pilar pengembangan mutu profesi.
Ada pun tiga pilar utama pengembangan profesi pendidik dan tenaga kependidikan adalah
  • Ujian kompetensi guru, kepala sekolah, dan pengawas (UKG,UKS, dan UKP) dan tenaga kependidikan lainnya.
  • Penilaian kinerja guru, kepala sekolah, pengawas dan tenaga kependidikan lainnya.
  • Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB).
Fokus utama UKG adalah  menyangkut kompetensi profesional dan pedagogis. Yang menjadi bidikan utama dimensi profesional adalah pemetaan kompetensi guru dalam penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran. Penguasaan materi merupakan unsur mutlak yang harus dikuasi oleh seluruh guru, tidak peduli guru muda atau guru senior, serta tidak ada pemakluman terhadap guru muda boleh tidak menguasai seluruh materi pelajaran.

Alasannya rasional,  jika guru menguasai fakta, dapat menerapkan konsep, prinsip, pola pikir, prosedur keilmuan dalam mata pelajaran yang diampunya, maka kinerja guru dalam pembelajaran dijamin baik. Apalagi jika guru memiliki kompetensi pedagogis dalam mengenali siswa sehingga dapat mengembangkan pembelajaran dengan dukungan keuatan motivasi siswa yang tinggi sehingga belajar menjadi proses yang menyenangkan.

Uji kompetensi merupakan uji kemampuan dalam  penguasaan kognitif. Pelaksanaan pengujian ini berlandaskan asumsi bahwa pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional ditandai dengan penguasaan ilmu pengetahuan yang relevan dengan bidang tugasnya. Hasil pengujian dikelompokan dalam kelompok yang memenuhi standar dan yang tidak memenuhi standar. Kedua kelompok mendapatkan pelakuan yang berbeda sebagai akibat dari kapasitas pengetahuannya yang berbeda.

Penilaian Kinerja lebih fokus pengukuran kemampuan pendidik dan tenaga kependidkan dalam menunaikan tugas pokoknya. Mengukur kemampuan untuk mengenali fakta, menerapkan konsep, prosedur,  dan pola pikir  keilmuan dalam menunjang efektifnya pelaksanaan tugas utama guru yaitu mendidik, mengajar, membimbing, melatih, mengarahkan, menilai, dan mengevaluasi. Untuk menunjang itu diperlukan keterampilan menjalankan fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program.

Produk dari penilai kinerja juga dipilah dalam kelompok yang memenuhi standar dan yang tidak memenuhi standar. Yang memenuhi standar berhak untuk memperoleh angka kredit sesuai dengan yang diwujudkannya sehingga setelah mendapat nilai cukup berhak untuk mendapatkan kenaikan pangkat dan golongan. Sedangkan yang belum memenuhi standar wajib mengikuti kegiatan pembinaan keprofesian berkelanjutan (PKB) untuk memenuhi standar.

PKB  pada dasarnya tidak hanya wajib diikuti oleh yang memenuhi standar, namun seluruh pendidik dan tenaga kependidikan wajib melakukannya. Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan dapat dapat berupa kegiatan mengikuti bimbingan teknis, mengikuti kursus, mengikuti seminar, belajar mandiri, dan membuat karya tulis ilmiah, dan mempublikasikan karya tulis ilmiah.
Melalui peningkatan mutu pada tiga pilar kegiatan dan tiga pilar penjamin mutu dapat terpetakan
  • Mutu kompetensi yang dapat kepala sekolah, pengawas, dan guru kuasai.
  • Terbentuknya sistem pemetaan mutu dalam menjamin pemenuhan stadar yang secara bertahap dengan didukung teknologi informasi dan komunikasi yang dikembangkan secara bertahap.
  • Terpetakannya realisasi tanggung jawab dan tugas guru, kepala sekolah, dan pengawas dalam melakanakan tugasnya karena semakin terkontrol dan jelas penghargaaanya.
Tatangan Masa Depan
Yang diharapkan dari pelaksanakan tiga pilar penjaminan mutu dalam rangka melaksanaan pebinaan dan pengembangan mutu pendidik dan tenaga kependidikan akan berjalan baik jika semua pemangku kepentingan turut bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan kebijakan.

Dengan efektifnya penerapan tiga pilar kegiatan itu diharapkan ke depan guru dapat menjalankan tugasnya secara optimal. Kepala sekolah dapat menjalankan fungsi manajerial dan kepemimpinan pembelajaran. Dan, pengawas dapat menjalankan fungsinya sebagai pemantau, penilai, pengarah yang sanggup menghasilkan berbagai rekomendasi perbaikan mutu.

Guru yang bermutu ke depan akan ditandai dengan meningkatnya kemampuan menguasai fakta, konsep, prinsip, proses, prosedur pengusaan ilmu pengetahuan dan pelaksanaan pembelajaran. Karena tugas guru seperti ini maka kepala sekolah wajib menguasai seluruh kopetensi di atas melebihi guru-gurunya.

Penanda kepala sekolah yang efektif di masa depan terlihat dalam catatan kerjanya, tindakannya, dan saran-sarannya dalam perbaikan kerja. Seorang pemimpin pembelajaran menguasai cara memantau hasil berlajar siswa secara berkala, dan menggunakan data sebagai dasar perbaikan. Kekuatan memimpinnannya terepleksikan pada saran-sarannya yang tidak mudah untuk diabaikan.

Guru dan semua warga sekolah mendapat perlakuan lebut sehingga perintahnya dipersespsikan bukan sebagai paksaan, melainkan diterima sebagai kesadaran bahwa itu benar dan  memang seharusnya begitu, harapannya  ditindaklanjuti guru dan siswa karena kepatutan untuk dipatuhi.

Pengawas, berperan dalam mengatasi persoalan yang muncul dari fenomena di atas. Pengawas yang unggul adalah yang melebihi guru dan kepala sekolah dalam penguasaan informasi, fakta,  konsep, prinsip, proses, prosedur pengusaan ilmu pengetahuan dan pelaksanaan pembelajaran dan pengelolaan sekolah. Tanpa itu, tidak mungkin pengawas dapat menilai kinerja guru dan kepala sekolah.
Ditulis Rahmat,  Published on: Apr 5, 2012

Sumber : http://gurupembaharu.com/home/?p=13270
Lihat Selengkapnya »»  

Melatih Siswa Terampil Berpikir Ilmiah


Berpikir ilmiah artinya berpikir sistematis. Dimulai dari merumuskan masalah yang diikuti dengan merumuskan hipotesis. Menghimpun data dan menyelesiakan masalah. Berpikir ilmiah merupakan metode eksperimental untuk membantu mengkonfirmasi atau meniadakan hipotesis. Data dikumpulkan melalui percobaan yang diamati, data diolah, lalu disimpulkan[1].

Berpikir secara ilmiah merupakan proses penerapan teknik ilmiah untuk meneliti fenomena, mendapatkan ilmu pengetahuan baru yang diintegrasikan dengan ilmu pengehuan sebelumnya atau mengoreksi pengetahuan sebelumnya.[1] Berpikir ilmiah merupakan pendekatan berpikir sistematis dalam mengimpun data dalam menyelesiakan masalah.[2]

Berpikir ilmiah berarti membangun hubungan sebab akibat pada sistem yang melibatkan satu atau beberapa variabel. Samakin banyak variabel yang diidentifikasi pengaruhnya semakin sulit melakukan proses berpikir[3].
Berpikir ilmiah adalah cara berpikir – mengenai subjek ilmiah, isi, atau masalah – sehingga seseorang dapat  meningkatkan kualitas keterampilan berpikirnya serta merefleksikan struktur yang melekat dalam pikirannya serta mematuhi standar intelektual[4]

Proses penerapan berpikir ilmiah menurut Antonio Zamora[5] terdiri  atas empat tahap;
  • Melakukan observasi dan mendeskripsikan gejala alam atau fenomena. Observsi dapat dilakukan secara visual atau dengan bantuan teknologi.
  • Merumuskan hipotesis untuk menjelaskan fenomena dalam hubungan sebab akibat atau dalam hubungan matematis.
  • Menguji hipotesis dengan menganalisis hasil observasi atau dengan prediksi dan hasil observasi tentang adanya fenomena baru. Jika percobaan tidak dapat membuktikan kebenaran hipotesis maka hipotesis harus ditolak atau diubah. Kegiatan kembali ke merumuskan hipotensi.
  • Menetapkan teori melalui verikasi ulang.
Empat kegiatan ilmiah tersebut di atas dideskripsikan dalam diagram di bawah ini.
Untuk menerapkan konsep tersebut, ada banyak hal yang perlu siswa perhatikan agar konsistem dalam menerapkan metode  berpikir ilmiah. Di antaranya adalah
  • Mengembangkan pertanyaan atau masalah, merumuskan masalah dengan jelas dan tepat.
  • mengumpulkan dan menilai data yang ilmiah serta relevan atau  informasi, menggunakan ide-ide abstrak untuk menafsirkan data secara efektif.
  • Mengembangkan dasar yang kuat untuk memeperoleh kesimpulan dan solusi yang ilmiah, mengujinya dengan menggunakan kriteria dan standar yang relevan.
  • Berpikir konvergen dengan menerapkan sistem pemikiran ilmiah, mengakui dan menilai asumsi ilmiah, implikasi, dan konsekuensi  praktis. Pemikiran konvergen mengarah pada jawaban tertentu atau terpusat pada sasaran akhir. ( sedangkan  lawannya, pemikiran divergen merupakan cara berpikir mengeksplorasi dan kreativitif, terbuka dan bergerak menjauh).
  • Berkomuniksi secara efektif dengan berbagai orang untuk mengembangkan solusi terbaik dalam memecahkan masalah yang kompleks.
Kaidah-kaidah di atas sebagai pondasi untuk mengembangkan keterampilan siswa berpikir ilmiah melalui beberapa contoh indikator kompetensi  di bawah ini:
  • Merumuskan masalah dengan mangajukan pertanyaan mengenai objek tertentu yang jelas batas-batasnya.
  • Menyusun kerangka berpikir dengan mengajukan hipotesis atau pertanyaan yang menjelaskan adanya hubungan yang mungkin antara faktor yang berkaitan sehingga menimbulkan masalah.
  • Merumuskan hipoteis sebagai kesimpulan dan jawaban sementara atas pertanyaan atau permasalahan yang dijadikan sebagai kerangka pikiran.
  • Menguji hipotesis dengan cara mengumpulkan fakta yang relevan dengan hipotensis yang diajukan. Data digunakan untuk membuktikan ada atau tidak adanya yang mendukung hipotesis.
  • Menafsirkan data yang diperolehnya sehingga bermakna.
  • Menarik kesimpulan; menilai apakah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
  • Mengkomunikasikan hasil studinya dalam bentuk laporan penelitian.
  • Mengkomunikasikan hasil studinya dalam presentasi di kelas.
  • Mempertahankan kesimpulan yang telah disusunnya dengan menggunakan argumentasi yang berlandaskan data.
  • Menyajikan hasil studinya dalam forum ilmiah.
  • Menyajikan hasil studinya dalam web sekolah.
Mengembangkan keterampilan berpikir  sebaiknya siswa terlatih sejak dini mengasah keterampilan berpikir ilmiahnya. Melalui pengembangan keterampilan ini siswa  dapat mengembangkan rasa ingin tahu. Untuk mengembangkan kompetensi ini guru dapat memicu siswa dengan menggunakan indikator belajar seperti di bawah ini[6] Mengungkapkan alasan ‘mengapa hal itu menjadi bahan pemikirannya?’ Untuk itu picu siswa dengan melakukan langkah di bawah ini.
  • Mengjukan pertanyaan
  • Memprediksi dengan cara menceritakan apa yang mungkin terjadi.
  • Mlihat, memperhatikan, mendengarkan, menyentuh, mencium, dan mencicipi sehingga mendapatkan informasi yang akurat mengenai suatu hal.
  • Mengelola informasi dengan cara berbicara atau menuliskan tentang hal yang menjadi bahan perhatian
  • Membandingkan tentang bagaimana hal itu bisa sama.
  • Membandingkan tentang bagaimana hal itu bisa  berbeda.
  • Menggunakan  kata-kata untuk menggambarkan terjadinya sesuatu.
  • Menguraikan ……dengan menggunakan diagram.
  • Menggambarkan sesuatu dengan menggunakan datb berupa foto.
  • Membuktikan sesuatu dengan data berbentuk tabel.
  • Memperlihatkan  kondisi….dengan menggunakan grafik.
  • Menggambarkan …..dengan menggunakan data dalam bentu angka.
  • Menafsirkan data sehingga bermakna.
  • Menarik kesimpulan mengenai hal yang pelajarinya.
Bagaimana Mengajarkannya?
Melaksanakan pebelajaran dalam rangka peningkatan keterampilan berpikir ilmiah siswa  menurut Ellen Booth Cruch[7] sebaiknya dilakukan secara bertahap melalui langkah kegaitan seperti di bawah ini.
  1. Mengobservasi
  2. Membandingkan
  3. Mengelompokan
  4. Memprediksi
  5. Bereksperimen
  6. Mengevaluasi
  7. Menerapkan
Kembangkan ketujuh langkah di atas melalui proses pembelajaran yang bertahan dengan memanfaatkan waktu secara optimal melalui kegiatan tatap muka, tugas terstruktur, hingga tugas tidak terstruktur dengan melakukan langkah belajar sebagai berikut.
  • Mengobservasi
Mengamati dan mencermati , melihat dari sudut pandang yang berbeda, Siswa  dengan diam-diam mengamati dan menunggu tanpa banyak “melakukan.”  Cegahlah untuk melompat dengan “melakukan” percobaan. Kita perlu mengingatkan mereka untuk meluangkan waktu menggunakan semua indra mereka ketika mereka mendekati suatu atau kegiatan tertentu. Mintalah anak-anak untuk mengumpulkan lebih banyak informasi dari berbagai sudut pandang. Misalnya, Apa yang Anda ingat tentang tanaman ini? Apa yang terjadi ketika anda melihatnya dari atas, jauh, atau sangat dekat? Mari kita tunggu dan lihat apa yang terjadi ketika angin bertiup. Bagaimana reaksi tanaman terhadap pergeseran sinar matahari. Apa yang Anda lihat sekarang? Catatlah. Ambil gambarnya. Apa sesungguhnya yang ingin siswa ketahui.
  • Membandingkan
Bawalah siswa untuk membandingkan dengan fenomena pada lingkungan yang berbeda.  Perhatikan bagaimana siswa mengekspresikan hubungan antara berbagai hal. Bagaimana tanaman ini sama dan/ atau berbeda? Di mana Anda melihat tanaman serupa? Apa bedanya? Bagaimana beberapa tanamanyang memiliki ciri yang berbeda? Apakah baunya sama atau berbeda?
  • Mengelompokan
Cobalah atur data tanaman itu dan kelompokan menurut sifat yang dikenali. Bagaimana menyusunnya? Tentukan caranya. Coba kenali benda yang dapat dimasukkan ke dalam lebih dari satu kelompok. Ini adalah waktu yang tepat untuk mengundang siswa untuk merekam hasil peneemuan mereka dalam tebel, gambar, atau grafik. Mengacu pada gambar-gambar dan grafik, mereka dapat membuat perbandingan lebih lanjut. Berapa banyak cara kita bisa mengurutkan tanaman? (Dengan dan tanpa bunga, tinggi dan pendek, daun besar dan daun kecil) Berapa banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mengelompokan daun, dahan akar? (Bulat, panjang, menunjuk,keras, lunak, tinggi-rendah, lebar-sempit)
  • Memprediksi
Ini adalah proses berspekulasi. Berdasarkan pengetahuan sebelumny siswa membuat prediksi. Mereka menggunakan pengalamannya untuk membentuk pengalaman belajar yagn baru. Pastikan siswa mengikuti proses ini. Apa jadinya jika menyimpan tanaman di dalam lemari kayu? Akan sinar matahari menyentuh daun? Langkah ini juga membantu anak-anak generalisasi hal itu?  Jika mereka melihat bahwa sinar matarahi menerpa daun pakis atau karet apa yang terjadi? Jika di bawah daun rimbun, bagaimana tanaman di bawahnya menerima sinar matahari?  Apa yang terjadi?
  • Bereksperimen
Pada tahap ini saatnya anak-anak menguji prediksi mereka. Membuktikan ide-ide mereka dengan percobaan. Membuktikan ide-ide mereka dengan mengamati fakta. Langkah ini adalah untuk memberikan banyak informasi. Mereka akan terus mengeksplorasi. Bangkitkan semangat untuk mencatat informasi dan data yang mereka dapatkan. Perhatikan bagaimana merek melakukan kegiatan sendiri sehingga mereka benar-benar mandiri, menjadi pembelajaran yang independen. ” Bagaimana kita bisa menguji apakah cahaya meyentuh daun? Bagaimana dengan daun yang berbeda? Di mana kita dapat meletakkan tanaman untuk melihat apakah tanaman memerlukan cahaya matahari? Apa lagi yang Anda ingin tahu tentang tanaman itu?
  • Mengevaluasi
Langkah ini adalah peluang untuk siswa mengkomunikasikan hasil eksperimen mereka. Mengokunikasikan informasi atau fakta yang mereka dapatkan. Merekam pengalaman belajar melalui kerja sama, mendapatkan pengalaman nyata, tidak sekedar verbal. Mereka  mengubah informasi yang  abstrak ke dalam bentuk gambar, foto, grafik, g dan buku cataan dari kegiatan lapangan. Apakah siswa membuat gambar-bambar dari kegiatan studi ini.  Di mana tempat tanaman itu tumbuh? Tempat yang tidak baik untuk tanaman itu tumbuh di mana? Berapa banyak daun yang bisa menerima cahaya matahari?  Apakah seluruh tujuan yang siswa tentukan  sudah tercapai.  Bagaimana kita bisa menampilkan informasi ini pada grafik? Apakah mereka dapat menyajikan seluruh hasil pekerjaanya secara ringkas dan menarik dengan bantuan teknologi?
  • Menerapkan
Cobalah langkah itu pada bidang yang lebih besar,agar siswa mendapat pengalaman belajar yang kongrit pada berbagai topik. Siswa mendapat pengalaman untuk menerapkan  cara berpikir, menangolah infomasi, dan belajar samabil bekerja di lapangan.
Saatnya untuk mencoba
Pilihkan  topik yang menarik pada mata pelajaran yang guru harus sampaikan. Saat ini  adalah waktu tepat, mengubah pertanyaan-pertanyaan terbuka menjadi kegiatan nyata, dan menghasilkan karya nyata. Pembelajaran tidak berhenti pada bagaimana siswa menghimpun informasi , namun lebih jauh lagi menggunakan informasi untuk mendapatkan pengalaman baru, dan karya nyata.
Selamat mencoba.

Sumber : http://gurupembaharu.com/home/?p=9968
Lihat Selengkapnya »»  

Sabtu, 07 April 2012

Jadi Guru yang Menyenangkan? Ini Tipsnya!


Shutterstock Ilustrasi


KOMPAS.com – Seorang guru tentunya ingin membangun iklim komunikasi yang baik dengan siswanya, agar para siswa mengerti apa yang disampaikan, dan membuat aktivitas belajar mengajar menjadi menyenangkan.

Bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan itu? Para guru, di antaranya, dituntut untuk cekatan merespons kebutuhan siswa, selalu siap untuk berdiskusi, dab menjadi pendengar yang baik atas persoalan belajar siswa.  Tetapi, untuk melaksanakan itu semua, yang tak kalah penting adalah memberikan “aturan main” yang jelas, dan berikan kesempatan bagi siswa untuk memberikan umpan balik.

Kedengarannya memang mudah. Bagaimana mempraktikkannya? Ada beberapa cara yang mungkin bisa membantu Anda untuk menciptakan komunikasi yang efektif antara pengajar dan anak didik:

1. Mulailah pada hari pertama sekolah
Pada setiap awal tahun ajaran, atau semester, carilah waktu yang tepat untuk membuat semua aturan, dan kesempatan bagi siswa untuk berkomunikasi tentang berbagai situasi, termasuk pada siswa yang ‘bermasalah’. Seorang guru harus memastikan bahwa siswa merasa didekati sejak hari pertama sekolah.

2. Jadilah proaktif
Seorang guru harus berjuang ke arah gaya mendidik yang proaktif. Selain ada keuntungan dari momen yang spontan, tapi dapat juga digunakan untuk berkomunikasi dengan siswa, misalnya mengatur jadwal berdiskusi di luar jam mengajar.

3. Menjadi pendengar yang aktif
Mendengarkan secara aktif menunjukkan bahwa guru benar-benar mencoba untuk memahami secara verbal dan nonverbal pesan yang disampaikan, merasakan perasaan, dan pikiran. Menjadikan siswa yakin dan merasa dihargai bahwa apa yang mereka sampaikan mendapatkan perhatian.

4. Pastikan Anda mengatakan, "Saya mendengar Anda"
Seorang guru harus memvalidasi apa yang dikatakan oleh semua siswanya. Namun, validasi tidak berarti bahwa guru setuju atau percaya dengan segala hal yang dikatakan siswa, tetapi lebih untuk mengakui sudut pandang para siswa. Validasi membantu siswa percaya bahwa guru mendengarkan dan menghormati pendapat mereka. Misalnya, sebuah komentar seperti, "Aku senang kamu bisa berbagi pemikiran. Saya tentu tidak langsung setuju dengan perspektif Anda, tapi saya ingin mendengar lebih banyak."

5. Lakukan seperti Anda ingin diperlakukan

Seorang guru tentu ingin dan mengharapkan orang lain memperlakukan kita dengan hormat, berkomunikasi dengan jelas, dan memberikan tanggapan yang sesuai. Sikap empati dan melibatkan diri berdiskusi dengan siswa akan mengurangi sikap defensif dan memungkinkan para siswa merasa nyaman.

6. Jangan menghakimi dan menuduh
Seorang guru tentu ingin siswanya mengerti apa yang diajarkan tanpa membenci guru atau mata pelajarannyanya. Untuk itu, seorang guru sebaiknya tidak menghakimi, dan menuduh, tetapi harus memberikan pesan yang mudah ditafsirkan. Itu akan meningkatkan probabilitas siswa mendengarkan apa yang guru katakan.

7. Berkomunikasi secara jelas dan singkat
Banyak guru berusaha untuk menyampaikan banyak informasi pada satu waktu, tetapi itu akan membuat  siswa kelebihan beban informasi, kewalahan, dan sulit mencerna. Maka itu, seorang guru selaiknya melakukan komunikasi yang rutin, singkat, dan terfokus dengan siswanya. Sebab, tidak semuanya harus diselesaikan dalam satu diskusi.

8. Menjadi model kejujuran dan martabat
Siswa sangat cerdik dalam memahami kejujuran guru. Seorang guru harus mengakui jika tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan yang diajukan siswanya. Tetapi, guru harus berjanji untuk berupaya menemukan jawaban sebelum kelas berikutnya. Tidak jujur adalah kesalahan dalam mendidik.

9. Menerima pengulangan
Komunikasi adalah proses yang berkelanjutan. Siswa mungkin harus mendengarkan apa yang diajarkan berkali-kali sebelum mereka memahami dan masuk ke dalam pikirannya.

10. Ciptakan humor

Humor adalah bahan penting dalam proses komunikasi. Humor dapat meringankan, dan menjadi fasilitas yang baik ketika seorang guru tengah mengajarkan sesuatu kepada muridnya.  

Sumber :
uscta.wikidot.com
http://edukasi.kompas.com/read/2012/01/03/09185611/Jadi.Guru.yang.Menyenangkan.Ini.Tipsnya

Lihat Selengkapnya »»  

BAGAIMANA MENJADI GURUYANG MENYENANGKAN











Sekolah
sudah tidak lagi menjadi tempat menyenangkan bagi siswa. Kekeluargaan,
kasih sayang, kebebasan mengungkapkan diri siswa, mulai hilang dari
lembaga sekolah. Banyak faktor yang menyebabkan anak tidak senang berada
di sekolah.

Terutama ketika guru dengan segala otoritasnya,
tanpa memberikan kebebasan siswa menemukan jati dirinya. Pembelajaran
seperti ini, tidak akan menimbulkan siswa tidak merasa senang dalam
proses pembelajaran. Ditambah ketidaksejajaran antara siswa dan guru,
sebagai makluk sosial saling membutuhkan.

Karenanya, siswa merasa
sekolah bukan lagi tempat menyenangkan untuk belajar. Siswa akan
memilih pergi meninggalkan kelas atau membolos, sebagai tindakan protes
siswa terhadap perilaku guru, proses pembelajaran, disiplin yang ketat
maupun lingkungan sekolah yang tidak bersahabat.

Pemerintah
masih berfokus memikirkan dengan masalah konsep kurikulum atau sistem
pendidikan, bahwa pendidikan itu harus begini dan begitu. Sesungguhnya
perlu ada aturan mengenai proses pembelajaran menyenagkan dan cara
pendekatan guru terhadap siswa.


Beberapa tips menjadi guru yang menyenangkan:

1)Bangkitnya rasa minat Seorang Pengajar atau pembelajar menjadi gembira
lantaran di dalam dirinya memang ada keinginan Mengajar atau mempelajari
suatu materi pelajaran.

2) Keterlibatan siswa,Keterlibatan
memerlukan hubungan timbal balik. Apa yang dipelajari dan siapa yang
ingin mempelajari perlu adanya jalinan yang akrab dan saling memahami.

3)Ciptakan tanya jawab. Sangat perlu dikuasai guru untuk menciptakan
pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, karena hampir dalam setiap
tahap pembelajaran guru dituntut untuk mengajukan pertanyaan, dan
kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban
peserta didik.

4) Kreativitas dalam Menjelaskan .yaitu
mendeskripsikan secara lisan tentang sesuatu benda, keadaan, fakta, dan
data sesuai dengan waktu dan hukum-hukum yang berlaku. Penjelasan dapat
diberikan selama pembelajaran, baik di awal, di tengah, maupun di akhir
pembelajaran. Penjelasan harus bermakna dan menarik perhatian peserta
didik dan sesuai dengan materi standar dan kompetensi dasar. Penjelasan
dapat diberikan untuk menjawab pertanyaan peserta didik dan harus sesuai
dengan latar belakang dan tingkat kemampuan peserta didik.

5) Ciptakan diskusi kelompok kecil yang bermanfaat agar siswa dapat berbagi
informasi dan pengalaman dalam pemecahan suatu masalah, meningkatkan
pemahaman terhadap masalah yang penting dalam pembelajaran, meningkatkan
ketrampilan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, mengembangkan
kemampuan berfikir dan berkomunikasi, membina kerjasama yang sehat dalam
kelompok yang kohesif dan bertanggung jawab.

Sumber : http://www.smkn1pengasih.net/v1/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=14
Lihat Selengkapnya »»  

Jumat, 06 April 2012

6 indikator pengelolaan kelas yang berhasil


Pembaca sekalian, tulisan ini dibuat menyambut respon dari Ibu Ayu yang menanyakan mengenai indikator pengelolaan kelas yang berhasil. Uniknya melalui upaya menjawab pertanyaan beliau saya malah mendapat hal-hal yang baru. Salah satu yang membuat saya terkejut adalah perihal memberikan siswa konsekuensi, yang ternyata sama dengan mengancam siswa. Semuanya saya dapat dari situs teachers.net. silahkan menikmati indikator-indikator berikut ini.


1. Guru mengerti perbedaan antara mengelola kelas dan mendisiplinkan kelas

2. Sebagai guru jika anda pulang ke rumah tidak dalam keadaan yang sangat lelah.

3. Guru mengetahui perbedaan antara prosedur kelas (apa yang guru inginkan terjadi contohnya cara masuk kedalam kelas, mendiamkan siswa, bekerja secara bersamaan dan lain-lain ) dan rutinitas kelas (apa yang siswa lakukan secara otomatis misalnya tata cara masuk kelas, pergi ke toilet dan lain-lain). Ingat prosedur kelas bukan peraturan kelas.

4. Guru melakukan pengelolaan kelas dengan mengorganisir prosedur-prosedur, sebab prosedur mengajarkan siswa akan pentingnya tanggung jawab.

5. Guru tidak mendisiplinkan siswa dengan ancaman-ancaman, dan konsekuensi.(stiker, penghilangan hak siswa dan lain-lain)

6. Guru mengerti bahwa perilaku siswa di kelas disebabkan oleh sesuatu, sedangkan disiplin bisa dipelajari

Ada dua hal yang membedakan antara guru yang berhasil dengan yang tidak.

1. Guru yang kurang berhasil menghabiskan hari-hari pertama di tahun ajaran dengan langsung mengajarkan subyek mata pelajaran kemudian sibuk mendisiplinkan siswa selama setahun penuh.
2. Guru yang efektif menghabiskan dua minggu pertama ditahun ajaran dengan meneguhkan prosedur.

Sumber : http://gurukreatif.wordpress.com/2008/03/26/6-indikator-pengelolaan-kelas-yang-berhasil/
Lihat Selengkapnya »»  

7 cara menjadi guru yang profesional dalam bersikap



1.      Anda sedang berada diruang guru untuk beristirahat atau sekedar berkumpul dengan rekan sejawat? Sedikit demi sedikit ubah kebiasaan untuk membicarakan hal dan topik diluar areal kita sebagai pendidik professional. Pertama kali anda mungkin akan dianggap aneh, namun sebagai guru jangan khawatir dianggap aneh jika yang kita maksudkan adalah demi perbaikan pola pikir dalam bersikap dan berkarier. Sekarang mana yang lebih penting, membicarakan gosip artis terbaru atau menganalisa pola pikir pemilih pemula dalam pemilu yang baru lalu yang nota bene adalah siswa-siswi kita? Tidak itu saja banyak topik yang jika kita renungkan, tidak layak didiskusikan oleh guru sebagai pendidik. Jika anda masih merasa sulit untuk melakukan hal diatas, caranya gampang, cukup cari bacaan yang bermanfaat, bacalah maka anda akan terhindar dari pembicaraan yang sia-sia di ruang guru.


2.      Jika anda punya rekan baru, bimbinglah dan berikan support dan dukungan untuk maju dengan cara selalu berkomentar positip untuk hal-hal yang dilakukannya. Tempatkan diri anda pada dirinya, maka anda akan menjadi rekan kerja yang supportif dan mau mengerti.

3.      Saat rapat, usahakan lah memberikan ide yang terbaik, masalahnya bukan pada diterima atau tidak, tapi sudahkah anda belajar meyakinkan orang lain bahwa ide andalah yang terbaik. Hal yang terbaik ketika meyakinkan rekan sekerja adalah dengan menggunakan data yang berupa hasil riset.

4.      Jadilah guru yang berpikiran terbuka atas ide atau pendapat orang lain, menyadari kelemahan dan kekuatan diri kita sendiri, dijamin makin hari wawasan dan kualitas diri kita sebagai guru akan bertambah.

5.      Ciptakan jaringan bagi diri sendiri yang membuat anda semakin hari berubah kearah guru yang lebih baik. Gunakan situs pertemanan seperti facebook untuk membuat jaringan pada pribadi-pribadi yang membuat anda bersemangat untuk maju. Jangan gunakan situs pertemanan untuk pelarian ketika anda mempunyai masalah dengan rekan sekerja di sekolah. Sambil berusaha sedikit demi sedikit menyelesaikan hal yang mungkin menjadi ganjalan , buktikan bahwa jika anda tidak mendapatkan support yang baik disekolah anda bisa mendapatkannya dengan bantuan teknologi.

6.      Semua guru berbeda, seperti juga terhadap siswa, sebagai rekan kita semestinya menjadikan perbedaan itu sebagai anugrah. Dengan menyadari perbedaan, pikiran kita akan lebih cepat terbuka ketika menerima kritik, masukan dan ide dari rekan sekerja. Saat yang sama kita menjadi lebih jujur mengenai kelebihan dan tidak malu mengatakan kekurangan sebagai pribadi.

7.      Jangan takut untuk dibicarakan oleh orang lain ‘dibelakang’. Terkadang sebagai guru, hanya karena takut dibicarakan orang lain dibelakang, guru menjadi malas untuk berinovasi dan melakukan sesuatu dengan cara yang kreatif dan beda. Padahal jika sebagai guru, kita yakin bahwa hal yang kita lakukan demi kebaikan siswa, untuk apa pusing mendengarkan pendapat orang lain. Mari mensucikan niat bahwa semua hal yang terbaik yang kita lakukan adalah demi mempersiapkan masa depan siswa, bukan demi karier, demi dipuji rekan, atasan dan orang tua siswa.

Sumber : http://gurukreatif.wordpress.com/2009/04/13/7-cara-menjadi-guru-yang-profesional-dalam-bersikap/
Lihat Selengkapnya »»  

7 cara menjadi guru yang profesional dalam bersikap


1.      Anda sedang berada diruang guru untuk beristirahat atau sekedar berkumpul dengan rekan sejawat? Sedikit demi sedikit ubah kebiasaan untuk membicarakan hal dan topik diluar areal kita sebagai pendidik professional. Pertama kali anda mungkin akan dianggap aneh, namun sebagai guru jangan khawatir dianggap aneh jika yang kita maksudkan adalah demi perbaikan pola pikir dalam bersikap dan berkarier. Sekarang mana yang lebih penting, membicarakan gosip artis terbaru atau menganalisa pola pikir pemilih pemula dalam pemilu yang baru lalu yang nota bene adalah siswa-siswi kita? Tidak itu saja banyak topik yang jika kita renungkan, tidak layak didiskusikan oleh guru sebagai pendidik. Jika anda masih merasa sulit untuk melakukan hal diatas, caranya gampang, cukup cari bacaan yang bermanfaat, bacalah maka anda akan terhindar dari pembicaraan yang sia-sia di ruang guru.


2.      Jika anda punya rekan baru, bimbinglah dan berikan support dan dukungan untuk maju dengan cara selalu berkomentar positip untuk hal-hal yang dilakukannya. Tempatkan diri anda pada dirinya, maka anda akan menjadi rekan kerja yang supportif dan mau mengerti.

3.      Saat rapat, usahakan lah memberikan ide yang terbaik, masalahnya bukan pada diterima atau tidak, tapi sudahkah anda belajar meyakinkan orang lain bahwa ide andalah yang terbaik. Hal yang terbaik ketika meyakinkan rekan sekerja adalah dengan menggunakan data yang berupa hasil riset.

4.      Jadilah guru yang berpikiran terbuka atas ide atau pendapat orang lain, menyadari kelemahan dan kekuatan diri kita sendiri, dijamin makin hari wawasan dan kualitas diri kita sebagai guru akan bertambah.

5.      Ciptakan jaringan bagi diri sendiri yang membuat anda semakin hari berubah kearah guru yang lebih baik. Gunakan situs pertemanan seperti facebook untuk membuat jaringan pada pribadi-pribadi yang membuat anda bersemangat untuk maju. Jangan gunakan situs pertemanan untuk pelarian ketika anda mempunyai masalah dengan rekan sekerja di sekolah. Sambil berusaha sedikit demi sedikit menyelesaikan hal yang mungkin menjadi ganjalan , buktikan bahwa jika anda tidak mendapatkan support yang baik disekolah anda bisa mendapatkannya dengan bantuan teknologi.

6.      Semua guru berbeda, seperti juga terhadap siswa, sebagai rekan kita semestinya menjadikan perbedaan itu sebagai anugrah. Dengan menyadari perbedaan, pikiran kita akan lebih cepat terbuka ketika menerima kritik, masukan dan ide dari rekan sekerja. Saat yang sama kita menjadi lebih jujur mengenai kelebihan dan tidak malu mengatakan kekurangan sebagai pribadi.

7.      Jangan takut untuk dibicarakan oleh orang lain ‘dibelakang’. Terkadang sebagai guru, hanya karena takut dibicarakan orang lain dibelakang, guru menjadi malas untuk berinovasi dan melakukan sesuatu dengan cara yang kreatif dan beda. Padahal jika sebagai guru, kita yakin bahwa hal yang kita lakukan demi kebaikan siswa, untuk apa pusing mendengarkan pendapat orang lain. Mari mensucikan niat bahwa semua hal yang terbaik yang kita lakukan adalah demi mempersiapkan masa depan siswa, bukan demi karier, demi dipuji rekan, atasan dan orang tua siswa.
 Sumber :  http://gurukreatif.wordpress.com/2009/04/13/7-cara-menjadi-guru-yang-profesional-dalam-bersikap/
Lihat Selengkapnya »»  

12 Cara Menjadi Guru yang Baik

Siapkan minimal dua penugasan atau strategi saat mengajar, dijamin siswa akan sibuk sepanjang pelajaran. Cara yang ada di foto ini adalah siswa yang sdah selesai langsung ditunggu oleh tugas yang lain untuk dikerjakan.


Menjadi guru yang baik saat mengajar bukan soal sifat si guru tersebut tapi soal kemampuan mengatur irama pembelajaran. Guru yang sifatnya baik pun akan cepat marah jika muridnya sering berlaku tidak tertib. Salah satu hal yang membuat siswa tertib adalah kesibukan yang bermakna. Membuat siswa bisa sibuk namun tetap bermakna memang tantangan semua guru. Ada guru yang senang memberi soal sulit pada siswanya dengan harapan siswanya sibuk dan waktu mengajar dia tidak dipusingkan oleh masalah perilaku.
Padahal sebaliknya hal tadi hanya terjadi pada siswa yang perilakunya memang sudah baik, sementara anak-anak yang lain akan cepat bosan dan justru membuat ulah karena merasa gurunya memberi pekerjaan sulit tanpa jalan keluar. Karena pekerjaannya sulit membuat anak -anak yang memang sudah bermasalah pada perilaku akan timbul lagi keinginannya untuk membuat keributan dan ujung-ujungnya guru akan merasa gagal dalam mengajar siswanya di hari itu.

Ada beberapa cara untuk membuat jam pelajaran anda berlalu tanpa terasa baik kita sebagai guru maupun siswa sebagai penikmat cara mengajar dan perencanaan mengajar kita.
  1. rencanakan dalam seminggu perencanaan mengajar anda
  2. selalu update rencana pengajaran anda setelah dan sebelum mengajar
  3. tidur yang cukup setiap hari. Hal ini penting agar suasana hati kita terjaga dan tidak mudah emosi
  4. rencanakan pengajaran anda dalam team, jika tidak mungkin konsultasikan formal dan informal RPP anda pada rekan sesama guru.
  5. masuk kelas lebih awal bisa 3 menit atau 5 menit lebih awal.
  6. pikirkan 3 strategi atau rencana dalam mengajar, dengan demikian anak yang cepat selesai tetap punya kegiatan
  7. saat mengajar sempatkan memotivasi siswa. memotivasi itu bukan memuji karena memotivasi anda perlu mendalami karakter anak yang anda ingin motivasi
  8. tebarkan senyum pada seisi kelas
  9. ucapkan salam dengan semangat saat akan mengajar
  10. berikan soal yang menantang dan bukan sekedar sulit
  11. minta siswa untuk ajarkan siswa lainnya jika ia sudah selesai
  12. kurangi gaya  ‘one man show’ saat mengajar, kurangi semangat untuk menceramahi siswa. Biarkan siswa juga berbicara di kelas, berbagi mengenai strateginya dalam mengerjakan soal yang anda berikan.      Sumber :  http://gurukreatif.wordpress.com/2012/01/12/12-cara-menjadi-guru-yang-baik/
Lihat Selengkapnya »»  

Sepuluh ciri guru profesional

1. Selalu punya energi untuk siswanya
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuam mendengar dengan seksama.

2. Punya tujuan jelas untuk Pelajaran
Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.

3. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa  mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.

4. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif,  membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen didalam kelas.

5. Bisa berkomunikasi dengan Baik Orang Tua
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang sedang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi  panggilan telepon, rapat, email dan sekarang, twitter.

6. Punya harapan yang tinggi pada siswa nya
Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik mereka.

7. Pengetahuan tentang Kurikulum
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga  memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.

8. Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan
Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang kolaboratif.

9. Selalu memberikan yang terbaik  untuk Anak-anak dan proses Pengajaran
Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan  mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.

10. Punya hubungan yang berkualitas dengan Siswa
Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.

Sumber :  http://gurukreatif.wordpress.com/2009/11/06/10-ciri-guru-profesional/
Lihat Selengkapnya »»  

Google dan Pendidikan


Google tidak akan pernah menyaingi guru, tapi guru yang ‘gaya mengajarnya itu-itu saja’, akan dikalahkan Google

Google makes us stupid. Sebuah kata-kata yang membuat saya yang berprofesi sebagai guru terhenyak. Betapa tidak sebagai mesin pencari, google telah banyak berjasa dalam membuat diri saya kreatif sebagai guru. Memang sebagai  alat bantu kita mesti  bijaksana menempatkan teknologi sebagai alat bantu,bukan malah menjadi ketergantungan. Urusan guru masa kini bukan perihal minta siswa mencari pengetahuan, biarlah itu jadi urusannya google

Beberapa hal yang menjadi catatan saya saat guru berinteraksi dengan google antara lain
  • Google akan kalahkan saya sebagai guru, jika siswa saya dikelas saya suruh menghapal fakta
  • Padahal yang dibutuhkan dari anak2 kita sekarang adalah kemampuan ‘mengunyah’ informasi, lalu menuliskannya dengan bahasa sendiri
  • Maklum di jaman ‘google’ jadi raja sekarang ini, anak (dan kita juga) senangnya kopi paste bulat-bulat
  • ‘copy paste’ bulat-bulat yang dimaksud adalah ketika seorang anak kelas 4 menggeleng tidak tahu saat ditanyakan kembali arti tulisan yang dia tulis
  • Artinya anak tersebut benar2 hanya copy dan paste dari internet (baca google) kemudian dimasukkan ke dalam tugasnya
  • Minta siswa bertanya pada kita sebagai gurunya, semua hal yang google tidak tahu karena biarlah google yang membantu siswa saat mereka bertanya ‘kapan’, ‘siapa’, ‘dimana’mengenai topik pelajaran yang diajarkan
  • Urusan guru masa kini bukan perihal minta siswa mencari pengetahuan, biarlah itu jadi urusannya google
  • Jika guru senang cari info apa saja di google, ia juga mesti bisa ajarkan cara googling yang efektif pada siswanya
  • Guru abad 21 lebih suka melatih siswanya bertanya karena google membuat kegiatan mencari jawaban jadi lebih mudah
  • Hemat waktu siswa anda yang berharga, ajari mereka mencari info yang dengan efektif di Google
 
Sumber : http://gurukreatif.wordpress.com/

Lihat Selengkapnya »»  

Bagaimana Menjadikan Siswa Berpikir Kritis, Kreatif, dan Akhirnya Problem Solver?



Pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki siswa. Saat ini pembelajaran berorientasikan pada keaktifan siswa dalam pembelajaran, dimana siswa yang aktif dapat berpikir kritis, kreatif, dan akhirnya problem solver. Hal ini menjadi tantangan bagi guru bagaimana menjadikan siswa dapat berpikir kritis, kreatif dan pada akhirnya problem solver yang nantinya akan berguna terutama bagi siswa itu sendiri dan lingkungan sekitarnya.

Menjadikan siswa berpikir kritis berarti menjadikan siswa untuk dapat berpikir secara cepat, rasional, sistematis,dan cepat tanggap dalam menghadapi masalah. Selain itu siswa juga dapat mengolah informasi yang ia peroleh sehingga akan berguna bagi siswa untuk memecahkan suatu masalah. Untuk menjadikan siswa berpikir kritis maka pembelajaran yang dilakukan bukan hanya memberikan pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan siswa tetapi juga diperlukan pengajaran sifat, sikap, nilai dan karakter yang menunjang anak untuk dapat berpikir kritis. 

Mejadikan siswa kreatif berarti menjadikan siswa untuk dapat berpkir dan menciptakan sesuatu yang berbeda dari biasanya berdasarkan data, informasi dan unsure-unsur yang telah ada sebelumnya, namun masih dapat diterima dan bermanfaat bagi dirinya dan lingkungan sekitaranya. Dalam hal ini kreatif berbeda dengan kecerdasan. Kecerdasan lebih pada pemikiran yang memusat, sedangkan kreatif lebih kepada pemikiran yang menyebar. Siswa yang kreatif belum tentu dia adalah siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi karena kreativitas dipengaruhi oleh factor kogitif, kepribadian, motivasi, dan lingkungan yang perlu dikembangkan oleh orang tua dan guru, sedangkan kecerdasan ditentukan oleh factor gen meskipun tidak memungkiri bahwa dalam suatu kreativitas dibutuhkan tingkat kecerdasan yang tinggi pula. Cara untuk menjadian anak kreatif yaitu dengan cara Memilih pola asuh yang tepat, menghargai karya anak, memberi tantangan kepada anak, komunikasi yang baik dengan anak 

Menjadikan siswa problem solver berarti menjadiakan siswa untuk dapat memecahkan masalah secara cepat, tepat dan logis. Pembelajaran yang menekankan pada problem solver merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pemberian masalah pada siswa untuk dipecahakan secara cepat, tepat dan logis yang melibatkan aspek mental dan intelektual siswa. Siswa problem solver akan dapat berpikir secara kritis dan kreatif dalam memecahakan masalah yang ia hadapi namun siswa yang kreatif dan berpikir kritis belum tentu siswa yang problem solver karena problem solver merupakan tingkatan yang tinggi dari pembelajaran yang dilakukan yang mencakup berpikir kritis dan kreatif untuk memecahaan masalah. Langkah pelaksanaan problem solver meliputi memahami masalah atau problema, mengumpulkan keterangan atau data, merumuskan hipotesis, menilai atau mengkaji hipotesis, mengadakan eksperimen, membentuk kesimpulan.

Dengan demikian berpikir kritis, kreatif, dan problem solver adalah hal yang saling berkaitan, dimana siswa yang problem solver akan dapat berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah. Untuk menjadikan siswa dapat berpikir kritis, kreatif dan problem solver perlu adanya peran serta orang tua, guru dan lingkungan sekitar siswa. Peran yang dilakukan adalah sebagai fasilitator dan motivator terhadap perkembangan siswa dalam berpikir kritis, kreatif yang akhirnya akan menjadi siswa problem solver. 

Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2011/12/05/bagaimana-menjadikan-siswa-berpikir-kritis-kreatif-dan-akhirnya-problem-solver/
Lihat Selengkapnya »»  

12 Cara Membuat Siswa di Kelas Menjadi Siswa yang Kreatif


1. Minta siswa mengajarkan siswa lainnya sebagai bagian dari strateg
belajar


2. Latih siswa untuk berpendapat dengan jelas dan lancar, sebagai cara
membuat siswa percaya diri di depan teman


3. Biasakan siswa untuk bisa berpartisipasi dalam kelompok


4. Buat kegiatan di kelas agar siswa bisa berpikir mandiri sekaligus
menjadi pemecah masalah


5. Siapkan penugasan bagi siswa yang di ujung penugasannya siswa diminta
mengekspresikan diri secara kreatif bisa dengan drama, komik atau hal
lain yang menuntut siswa kreatif


6. Sering-seringlah meminta siswa bekerja sama dalam kelompok agar mereka
terbiasa bekerja sama dengan orang lain


7. Sering-sering memberi penugasan yang kreatif misalnya daripada sekedar
meminta siswa merangkum isi buku, lebih baik meminta siswa mendisain
ulang covernya


8. Mengikut sertakan ‘suara’ siswa dalam perencanaan pengajaran. Dengan
demikian siswa biasa mengungkapkan pikiran dan berani mengungkapkan
pendapat.


9. Saat membahas sesuatu di kelas, sering2 lah bertanya, “apa yang
terlintas dipikiranmu ketika mendengar kata……”


10.Berikan pekerjaan rumah yang berkualitas pada siswa, bukan yang
sekedar membuat siswa pusing. Misalnya daripada meminta siswa
mengerjakan soal pilihan ganda, lebih baik meminta siswa melakukan
wawancara, memotret gambar lewat hp kemudian memberikan komentar dan
banyak kegiatan lainnya yang membuat siswa tertantang.


11.Memperbanyak diskusi dan interaksi antar siswa di kelas, mengurangi
ceramah dan komunikasi satu arah di kelas, hanya dari guru pada siswa.
12.Menciptakan budaya menjelaskan di kelas, bukan sekedar menjawab yang
betul. Artinya jika ada siswa yang menjawab betul minta ia menjelaskan
alasannya dengan demikian siswa yang lain bisa terbantu dalam berusah
untuk mengerti.

Ke 12 cara di atas sudah saya praktekan di kelas, hasilnya siswa menjadi senang belajar, hubungan guru dan siswa juga menjadi semakin demokratis. Siswa akan menganggap gurunya adalah seorang yang mau mendengar dan juga orang yang senang belajar. Salah satu ciri individu yang kreatif adalah senang belajar, semoga tips di atas bisa membantu anda. Punya tips lain yang terbukti ampuh membuat siswa menjadi semakin kreatif? yuk berbagi lewat komentar 


Sumber :  http://san-sman10tangsel.blogspot.com/2012/02/12-cara-membuat-siswa-di-kelas-menjadi.html
Lihat Selengkapnya »»  

Menjadi Guru yang Bersahabat dan Menyenangkan...



Seorang guru tentunya ingin membangun iklim komunikasi yang baik dengan siswanya, agar para siswa mengerti apa yang disampaikan, dan membuat aktivitas belajar mengajar menjadi menyenangkan.

Bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan itu? Para guru, di antaranya, dituntut untuk cekatan merespons kebutuhan siswa, selalu siap untuk berdiskusi, dab menjadi pendengar yang baik atas persoalan belajar siswa.  Tetapi, untuk melaksanakan itu semua, yang tak kalah penting adalah memberikan “aturan main” yang jelas, dan berikan kesempatan bagi siswa untuk memberikan umpan balik.

Kedengarannya memang mudah. Bagaimana mempraktikkannya? Ada beberapa cara yang mungkin bisa membantu Anda untuk menciptakan komunikasi yang efektif antara pengajar dan anak didik:


1. Mulailah pada hari pertama sekolah
Pada setiap awal tahun ajaran, atau semester, carilah waktu yang tepat untuk membuat semua aturan, dan kesempatan bagi siswa untuk berkomunikasi tentang berbagai situasi, termasuk pada siswa yang ‘bermasalah’. Seorang guru harus memastikan bahwa siswa merasa didekati sejak hari pertama sekolah.


2. Jadilah proaktif
Seorang guru harus berjuang ke arah gaya mendidik yang proaktif. Selain ada keuntungan dari momen yang spontan, tapi dapat juga digunakan untuk berkomunikasi dengan siswa, misalnya mengatur jadwal berdiskusi di luar jam mengajar.


3. Menjadi pendengar yang aktif
Mendengarkan secara aktif menunjukkan bahwa guru benar-benar mencoba untuk memahami secara verbal dan nonverbal pesan yang disampaikan, merasakan perasaan, dan pikiran. Menjadikan siswa yakin dan merasa dihargai bahwa apa yang mereka sampaikan mendapatkan perhatian.


4. Pastikan Anda mengatakan, "Saya mendengar Anda"
Seorang guru harus memvalidasi apa yang dikatakan oleh semua siswanya. Namun, validasi tidak berarti bahwa guru setuju atau percaya dengan segala hal yang dikatakan siswa, tetapi lebih untuk mengakui sudut pandang para siswa. Validasi membantu siswa percaya bahwa guru mendengarkan dan menghormati pendapat mereka. Misalnya, sebuah komentar seperti, "Aku senang kamu bisa berbagi pemikiran. Saya tentu tidak langsung setuju dengan perspektif Anda, tapi saya ingin mendengar lebih banyak."


5. Lakukan seperti Anda ingin diperlakukan
Seorang guru tentu ingin dan mengharapkan orang lain memperlakukan kita dengan hormat, berkomunikasi dengan jelas, dan memberikan tanggapan yang sesuai. Sikap empati dan melibatkan diri berdiskusi dengan siswa akan mengurangi sikap defensif dan memungkinkan para siswa merasa nyaman.


6. Jangan menghakimi dan menuduh
Seorang guru tentu ingin siswanya mengerti apa yang diajarkan tanpa membenci guru atau mata pelajarannyanya. Untuk itu, seorang guru sebaiknya tidak menghakimi, dan menuduh, tetapi harus memberikan pesan yang mudah ditafsirkan. Itu akan meningkatkan probabilitas siswa mendengarkan apa yang guru katakan.


7. Berkomunikasi secara jelas dan singkat
Banyak guru berusaha untuk menyampaikan banyak informasi pada satu waktu, tetapi itu akan membuat  siswa kelebihan beban informasi, kewalahan, dan sulit mencerna. Maka itu, seorang guru selaiknya melakukan komunikasi yang rutin, singkat, dan terfokus dengan siswanya. Sebab, tidak semuanya harus diselesaikan dalam satu diskusi.


8. Menjadi model kejujuran dan martabat
Siswa sangat cerdik dalam memahami kejujuran guru. Seorang guru harus mengakui jika tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan yang diajukan siswanya. Tetapi, guru harus berjanji untuk berupaya menemukan jawaban sebelum kelas berikutnya. Tidak jujur adalah kesalahan dalam mendidik.


9. Menerima pengulangan
Komunikasi adalah proses yang berkelanjutan. Siswa mungkin harus mendengarkan apa yang diajarkan berkali-kali sebelum mereka memahami dan masuk ke dalam pikirannya.


10. Ciptakan humor
Humor adalah bahan penting dalam proses komunikasi. Humor dapat meringankan, dan menjadi fasilitas yang baik ketika seorang guru tengah mengajarkan sesuatu kepada muridnya. 


Lihat Selengkapnya »»  

Selasa, 03 April 2012

Uji Kompetensi untuk Mengukur Profesionalisme Guru



JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) tetap akan melaksanakan uji kompetensi bagi guru sebagai syarat mendapatkan sertifikasi. Meski pun, hingga saat ini, kalangan guru melakukan penolakan untuk mengikuti uji kompetensi. Menurut rencana, uji kompetensi akan dilaksanakan secara serentak pada Februari 2012.

Ketua Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMP-PMP) Kemdikbud Syawal Goeltom mengatakan, uji kompetensi yang diterapkan kepada para guru untuk meraih sertifikasi tidak melanggar perundangan seperti yang dilontarkan oleh Ketua PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistyo.

Menurut Syawal, profesionalisme dalam kinerja akan menjadi tuntutan setelah guru diakui sebagai profesi.

"Ya, inilah tuntutan terhadap kinerja guru sejak diakui sebagai profesi unggulan," terang Syawal, di Gedung Kemdikbud, Jakarta, Jumat (13/1/2012).

Ia mengungkapkan, tujuan uji kompetensi ini untuk mengetahui profesionalisme seorang guru. Ada dua poin penting yang akan diujikan dalam uji kompetensi nanti, yaitu penguasaan bahan ajar dan metode pedagogik yang digunakan dalam perancangan pembelajaran. Sebelumnya, PGRI menyatakan kekhawatiran bahwa uji kompetensi ini tidak dapat dilalui guru-guru yang senior yang masa mengajarnya sudah panjang.

"Jangan khawatir, saya kira guru junior mau pun senior mampu menyelesaikan soal-soal dalam uji kompetensi. Seharusnya semua bisa, karena itu kan materi yang mereka ajarkan sehari-hari," ujarnya.

Syawal menjelaskan, meski amanat Undang-Undang (UU) menyebutkan sertifikasi guru selesai di 2015, bukan berarti seluruh guru yang mengikuti uji kompetensi akan lulus dan mendapatkan sertifikasi.

Tahun ini, kuota sertifikasi guru yang tersedia hanya 250 ribu dari sekitar 300 ribu guru peserta uji kompetensi. Guru yang mengikuti dan tidak lulus uji kompetensi tahun ini, dapat kembali mengikuti ujian di dua tahun berikutnya.

"Amanat UU mewajibkan semua guru ikut seleksi sertifikasi, dan hanya meluluskan yang layak. Mereka yang tidak lulus istirahat dulu setahun dan tetap mengajar. Dua tahun berikutnya baru ikut lagi. Ini aspek keadilan demi memberikan kesempatan kepada yang lain," papar Syawal.

Syawal menambahkan, ruh uji kompetensi adalah untuk membenahi empat lapisan yang berkaitan dengan peningkatan mutu guru. Mulai dari perekrutan mahasiswa di perguruan tinggi, proses pendidikan mereka, rekrutmen guru hingga pengurusan kepangkatan dan distribusi guru yang selama ini dinilai masih bermasalah.

Ia menambahkan, pada 2013 mendatang, kinerja guru akan dinilai sesuai dengan Peraturan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi dan Birokrasi No 16/2009. Sesuai dengan tuntutan guru yang ingin diakui secara profesional, maka standar kerja mereka pun harus ada.

"Mereka yang meminta (untuk diakui profesional), maka harus ada standar kinerja mereka. Ini bisa diukur dari uji kompetensi dan observasi," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua PB PGRI, Sulistyo, menolak uji kompetensi karena tidak diwajibkan dalam PP No 74/2008 pasal 12 yang menyebutkan Guru Dalam Jabatan  yang telah memiliki kualifikasi akademik S1 atau D4 dapat langsung mengikuti pelatihan untuk memperoleh sertifikat.

"Uji kompetensi membuat guru-guru stres karena merasa dipersulit dan guru yang tua merasa malu ketika mereka tidak lulus ujian," kata Sulistyo.

Adapun beberapa syarat untuk mendapatkan sertifikasi adalah guru yang bersangkutan telah bergelar sarjana (S1), atau telah berusia minimal 50 tahun dan dalam masa kerja minimal 20 tahun.


Sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2012/01/14/08535488/Uji.Kompetensi.untuk.Mengukur.Profesionalisme.Guru

Lihat Selengkapnya »»