Beberap
hari lalu saya sempat berdiskusi dengan teman sekos saya, mulanya
beliau bercerita tentang adik laki-lakinya yang malas untuk belajar
padahal sebentar lagi dia akan menghadapi ujian akhir kelulusan SD.
Sebuat saja namanya “Ardi”, Ardi ini termasuk anak yang belum bisa
belajar dengan baik atau masih malas-malasan, kalaupun dia belajar itu
hanya untuk menghindari omelan kakak dan ibunyan yang selalu menyuruhnya
untuk belajar, dan bisa ditebak selama dia di ruang belajar yang
dilakukan pun hanya pura-pura belajar atau belajar asal-asalan, sekolah
pun hanya sekedar sebagai rutinitas seharian yang hanya berlalu begitu
saja, sekedar menuruti perintah orang tua.
Apa yang terjadi pada Ardi sebenarnya juga banyak dialami anak-anak
usia sekolah di masyarakat kita. Tak terhitung lagi berapa banyak orang
tua yang mengeluh dan kecewa dengan nilai anaknya yang jeblok (jelek)
karena anaknya malas belajar, dan sebaliknya tidak jarang juga kita
menemukan anak yang ngambek atau menagis gara-gara selalu disuruh
belajar. Ada orang tau yang memarahi anaknya, mengancam si anak untuk
tidak akan membelikan ini dan itu kalau si anak tidak belajar,
membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain, atau bahkan ada orang
tua yang mengunakan cara kekerasan (menjewer, menyentil, mencubit, atau
memukul). Jelas semua ini akan sangat berpengaruh pada fisik maupun
psikis siswa.
Lalu sebenarnya bagaimanakah cara untuk mengatasi anak yang malas
belajar? Masih perlukan kita dengarkan keluhan-keluahn orang tua tentang
anaknya yang malas belajar? Haruskah anak itu ngambek atau menagis
gara-gara dimarahin orang tuanya dan disuruh-suruh untuk belajar?
Untuk mengatasi permasalahan tersebut ada baiknya kalau terlebih dahulu
kita mencari penyebab dari prikalu malas belajar, kemudian baru mencari
solusi guna mengatasinya. Betul Bu/Pak….?
Malas belajar pada anak secara psikologis merupakan wujud dari
melemahnya kondisi mental, intelektual, fisik, dan psikis anak. Malas
belajar timbul dari beberapa faktor, untuk lebih mudahnya terbagi
menjadi dua faktor besar, yaitu: 1) faktor intrinsik ( dari dalam diri
anak), dan 2) Faktor ekstrinsik (faktor dari luar anak).
1. Dari Dalam Diri Anak (Intrinsik)
Rasa malas untuk belajar yang timbul dari dalam diri anak dapat
disebabkan karena kurang atau tidak adanya motivasi diri. Motivasi ini
kemungkinan belum tumbuh dikarenakan anak belum mengetahui manfaat dari
belajar atau belum ada sesuatu yang ingin dicapainya. Selain itu
kelelahan dalam beraktivitas dapat berakibat menurunnya kekuatan fisik
dan melemahnya kondisi psikis. Sebagai contoh, terlalu lama bermain,
terlalu banyak mengikuti les ini dan les itu, terlalu banyak mengikuti
ekstrakulikuler ini dan itu, atau membantu pekerjaan orangtua di rumah,
merupakan faktor penyebab menurunnya kekuatan fisik pada anak. Contoh
lainnya, terlalu lama menangis, marah-marah (ngambek) juga akan
berpengaruh pada kondisi psikologis anak.
2. Dari Luar Anak (Ekstrinsik)
Faktor dari luar anak yang tidak kalah besar pengaruhnya terhadap
kondisi anak untuk menjadi malas belajar. Hal ini terjadi karena:
a. Sikap Orang Tua
Sikap orang tua yang tidak memberikan perhatian dalam belajar atau
sebaliknya terlalu berlebihan perhatiannya, bisa menyebabkan anak malas
belajar. Tidak cukup di situ, banyak orang tua di masyarakat kita yang
menuntut anak untuk belajar hanya demi angka (nilai) dan bukan
mengajarkan kepada anak akan kesadaran dan tanggung jawab anak untuk
belajar selaku pelajar. Akibat dari tuntutan tersebut tidak sedikit anak
yang stress dan sering marah-marah (ngambek) sehingga nilai yang
berhasil ia peroleh kurang memuaskan. Parahnya lagi, tidak jarang orang
tua yang marah-marah dan mencela anaknya bilamana anak mendapat nilai
yang kuang memuaskan. Menurut para pakar psikologi, sebenarnya anak usia
Sekolah Dasar janga terlalu diorentasikan pada nilai (hasil belajar),
tetapi bagaimana membiasakan diri untuk belajar, berlatih tanggung
jawab, dan berlatih dalam suatu aturan.
b. Sikap Guru
Guru selaku tokoh teladan atau figur yang sering berinteraksi dengan
anak dan dibanggakan oleh mereka, tapi tidak jarang sikap guru di
sekolah juga menjadi objek keluhan siswanya. Ada banyak macam
penyebabnya, mulai dari ketidaksiapan guru dalam mengajar, tidak
menguasai bidang pelajaran yang akan diajarkan, atau karena terlalu
banyak memberikan tugas-tugas dan pekerjaan rumah. Selain itu, sikap
sering terlambat masuk kelas di saat mengajar, bercanda dengan
siswa-siswa tertentu saja atau membawa masalah rumah tangga ke sekolah,
membuat suasana belajar semakin tidak nyaman, tegang dan menakutkan bagi
siswa tertentu.
c. Sikap Teman
Ketikan seorang anak berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah,
tentunya secara langsung anak bisa memperhatikan satu sama lainnya,
sikap, perlengkapan sekolah, pakaian dan asesoris-asesoris lainnya. Tapi
sayangnya tidak semua teman di sekolah memiliki sikap atau perilaku
yang baik dengan teman-teman lainnya. Seorang teman yang berlebihan
dalam perlengkapan busana sekolah atau perlengkapan belajar, seperti
sepatu yang bermerk yang tidak terjangkau oleh teman-teman lainnya,
termasuk tas sekolah dan alat tulis atau sepeda dan mainan lainnya,
secara tidak langsung dapat membuat iri teman-teman yang kurang mampu.
Pada akhirnya ada anak yang menuntut kepada orang tuanya untuk minta
dibelikan perlengkapan sekolah yang serupa dengan temannya. Bilamana
tidak dituruti maka dengan cara malas belajarlah sebagai upaya untuk
dikabulkan permohonannya.
d. Suasana Belajar di Rumah
Bukan suatu jaminan rumah mewah dan megah membuat anak menjadi rajin
belajar, tidak pula rumah yang sangat sederhana menjadi faktor mutlak
anak malas belajar. Rumah yang tidak dapat menciptakan suasana belajar
yang baik adalah rumah yang selalu penuh dengan kegaduhan, keadaan rumah
yang berantakan ataupun kondisi udara yang pengap. Selain itu
tersedianya fasilitas-fasilitas permainan yang berlebihan di rumah juga
dapat mengganggu minat belajar anak. Mulai dari radio tape yang
menggunakan kaset, CD, VCD, atau komputer yang diprogram untuk sebuah
permainan (games), seperti Game Boy, Game Watch maupun Play Stations.
Kondisi seperti ini berpotensi besar untuk tidak terciptanya suasana
belajar yang baik.
e. Sarana Belajar
Sarana belajar merupakan media mutlak yang dapat mendukung minat
belajar, kekurangan ataupun ketiadaan sarana untuk belajar secara
langsung telah menciptakan kondisi anak untuk malas belajar. Kendala
belajar biasanya muncul karena tidak tersedianya ruang belajar khusus,
meja belajar, buku-buku penunjang (pustaka mini), dan penerangan yang
bagus. Selain itu, tidak tersediannya buku-buku pelajaran, buku tulis,
dan alat-alat tulis lainnya, merupakan bagian lain yang cenderung
menjadi hambatan otomatis anak akan kehilangan minat belajar yang
optimal.
Enam langkan untuk mengatasi mals belajar pada anak dan membantu
orangtua dalam membimbing dan mendampingi anak yang bermasalah dalam
belajar antara lain:
1. Mencari Informasi
Orangtua sebaiknya bertanya langsung kepada anak guna memperoleh
informasi yang tepat mengenai dirinya. Carilah situasi dan kondisi yang
tepat untuk dapat berkomunikasi secara terbuka dengannya. Setelah itu
ajaklah anak untuk mengungkapkan penyebab ia malas belajar. Pergunakan
setiap suasana yang santai seperti saat membantu ibu di dapur,
berjalan-jalan atau sambil bermain, tidak harus formal yang membuat anak
tidak bisa membuka permasalahan dirinya.
2. Membuat Kesepakatan bersama antara orang tua dan anak.
Kesepakatan dibuat untuk menciptakan keadaan dan tanggung jawab serta
memotivasi anak dalam belajar bukan memaksakan kehendak orang tua.
Kesepakatan dibuat mulai dari bangun tidur hingga waktu hendak tidur,
baik dalam hal rutinitas jam belajar, lama waktu belajar, jam belajar
bilamana ada PR atau tidak, jam belajar di waktu libur sekolah,
bagaimana bila hasil belajar baik atau buruk, hadiah atau sanksi apa
yang harus diterima dan sebagainya. Kalaupun ada sanksi yang harus
dibuat atau disepakati, biarlah anak yang menentukannya sebagai bukti
tanggungjawabnya terhadap sesuatu yang akan disepakati bersama.
3. Menciptakan Disiplin.
Bukanlah suatu hal yang mudah untuk menciptakan kedisiplinan kepada anak
jika tidak dimulai dari orang tua. Orang tua yang sudah terbiasa
menampilkan kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari akan dengan mudah
diikuti oleh anaknya. Orang tua dapat menciptakan disiplin dalam belajar
yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Latihan
kedisiplinan bisa dimulai dari menyiapkan peralatan belajar, buku-buku
pelajaran, mengingatkan tugas-tugas sekolah, menanyakan bahan pelajaran
yang telah dipelajari, ataupun menanyakan kesulitan-kesulitan yang
dihadapi dalam suatu pelajaran tertentu, terlepas dari ada atau tidaknya
tugas sekolah.
4. Menegakkan Kedisiplinan.
Menegakkan kedisiplinan harus dilakukan bilamana anak mulai meninggalkan
kesepakatan-kesepakatan yang telah disepakati. Bilamana anak melakukan
pelanggaran sedapat mungkin hindari sanksi yang bersifat fisik
(menjewer, menyentil, mencubit, atau memukul). Untuk mengalihkannya
gunakanlah konsekuensi-konsekuensi logis yang dapat diterima oleh akal
pikiran anak. Bila dapat melakukan aktivitas bersama di dalam satu
ruangan saat anak belajar, orang tua dapat sambil membaca koran,
majalah, atau aktivitas lain yang tidak mengganggu anak dalam ruang
tersebut. Dengan demikian menegakkan disiplin pada anak tidak selalu
dengan suruhan atau bentakan sementara orang tua melaksanakan aktifitas
lain seperti menonton televisi atau sibuk di dapur.
5. Ketegasan Sikap
Ketegasan sikap dilakukan dengan cara orang tua tidak lagi memberikan
toleransi kepada anak atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya
secara berulang-ulang. Ketegasan sikap ini dikenakan saat anak mulai
benar-benar menolak dan membantah dengan alasan yang dibuat-buat. Bahkan
dengan sengaja anak berlaku ’tidak jujur’ melakukan aktivitas-aktivitas
lain secara sengaja sampai melewati jam belajar. Ketegasan sikap yang
diperlukan adalah dengan memberikan sanksi yang telah disepakati dan
siap menerima konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukannya.
6. Menciptakan Suasana Belajar
Menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman merupakan tanggung
jawab orangtua. Setidaknya orang tua memenuhi kebutuhan sarana belajar,
memberikan perhatian dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat
belajar. Sebagai selingan orangtua dapat pula memberikan
permainan-permainan yang mendidik agar suasana belajar tidak tegang dan
tetap menarik perhatian.
Ternyata malas belajar yang dialami oleh anak banyak disebabkan oleh
berbagai faktor. Oleh karena itu sebelum anak terlanjur mendapat nilai
yang tidak memuaskan dan membuat malu orangtua, hendaknya orang tua
segera menyelidiki dan memperhatikan minat belajar anak. Selain itu,
menumbuhkan inisiatif belajar mandiri pada anak, menanamkan kesadaran
serta tanggung jawab selaku pelajar pada anak merupakan hal lain yang
bermanfaat jangka panjang. Jika enam langkah ini dapat diterapkan pada
anak, maka sudah seharusnya tidak adalagi keluhan dari orang tua tentang
anaknya yang malas belajar atau anak yang ngambek karena selalu
dimarahi orang tuanya.
Sumber : http://forumstudimahasiswa.wordpress.com/2010/02/16/tips-mengatasi-anak-yang-malas-belajar-2/