Berikut ini akan dijelaskan mengenai sejarah dan perkembangan bilangan
(teori bilangan) dari jaman dahulu sampai yang dipergunakan sekarang
ini.
a. Sejarah Matematika Purbakala
Pada mulanya di zaman purbakala banyak bangsa-bangsa yang bermukim
sepanjang sungai-sungai besar. Bangsa Mesir sepanjang sungai Nil di
Afrika, bangsa Babilonia sepanjang sungai Tigris dan Eufrat, bangsa
Hindu sepanjang sungai Indus dan Gangga, bangsa Cina sepanjang sungai
Huang Ho dan Yang Tze. Bangsa-bangsa itu memerlukan keterampilan untuk
mengendalikan banjir, mengeringkan rawa-rawa, membuat irigasi untuk
mengolah tanah sepanjang sungai menjadi daerah pertanian untuk itu
diperlukan pengetahuan praktis, yaitu pengetahuan teknik dan matematika
bersama-sama.
Sejarah menunjukkan bahwa permulaan Matematika berasal dari bangsa yang
bermukim sepanjang aliran sungai tersebut. Mereka memerlukan
perhitungan, penanggalan yang bisa dipakai sesuai dengan perubahan
musim. Diperlukan alat-alat pengukur untuk mengukur persil-persil tanah
yang dimiliki. Peningkatan peradaban memerlukan cara menilai kegiatan
perdagangan, keuangan dan pemungutan pajak. Untuk keperluan praktis itu
diperlukan bilangan-bilangan.
Bilangan pada awalnya hanya dipergunakan untuk mengingat jumlah, namun
dalam perkembangannya himpunanelah para pakar matematika menambahkan
perbendaharaan simbol dan kata-kata yang tepat untuk mendefenisikan
bilangan maka matematika menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan
dan tak bisa kita pungkiri bahwa dalam kehidupan keseharian kita akan
selalu bertemu dengan yang namanya bilangan, karena bilangan selalu
dibutuhkan baik dalam teknologi, sains, ekonomi ataupun dalam dunia
musik, filosofi dan hiburan serta banyak aspek kehidupan lainnya.
Bilangan dahulunya digunakan sebagai symbol untuk menggantikan suatu
benda misalnya kerikil, ranting yang masing-masing suku atau bangsa
memiliki cara tersendiri untuk menggambarkan bilangan dalam bentuk
simbol.
Dalam perkembangan selanjutnya, pada abad ke-X ditemukanlah manuskrip
Spanyol yang memuat penulisan simbol bilangan oleh bangsa Hindu-Arab
Kuno dan cara penulisan inilah yang menjadi cikal bakal penulisan simbol
bilangan yang kita pakai hingga saat ini.
b. Perkembangan Teori Bilangan
1) Teori Bilangan Pada suku Babilonia
Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan
oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga
permulaan peradaban helenistik. Dinamai “Matematika Babilonia” karena
peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Pada zaman
peradaban helenistik, Matematika Babilonia berpadu dengan Matematika
Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di
bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi
menjadi pusat penting pengkajian Matematika Islam.
Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir, pengetahuan
Matematika Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400 lempengan tanah
liat yang digali sejak 1850-an. Lempengan ditulis dalam tulisan paku
ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku atau dijemur
di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya rumahan.
Bukti terdini matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang
membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem
rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka,
bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat dan
berurusan dengan latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian. Jejak
terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini.
Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari
tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar,
persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan bilangan regular, invers
perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu juga meliputi tabel
perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan persamaan
kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2 yang
akurat sampai lima tempat desimal.
Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal
(basis-60). Dari sinilah diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik
untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk
satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada busur
lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Juga, tidak seperti orang
Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat
yang sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri
menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal
2) Teori Bilangan Pada Suku Bangsa Mesir Kuno
Matematika Mesir merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa
Mesir. Sejak peradaban helenistik matematika Mesir melebur dengan
matematika Yunani dan Babilonia yang membangkitkan Matematika
helenistik. Pengkajian matematika di Mesir berlanjut di bawah Khilafah
Islam sebagai bagian dari matematika Islam, ketika bahasa Arab menjadi
bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Mesir.
Tulisan matematika Mesir yang paling panjang adalah Lembaran Rhind
(kadang-kadang disebut juga “Lembaran Ahmes” berdasarkan penulisnya),
diperkirakan berasal dari tahun 1650 SM tetapi mungkin lembaran itu
adalah salinan dari dokumen yang lebih tua dari Kerajaan Tengah yaitu
dari tahun 2000-1800 SM. Lembaran itu adalah manual instruksi bagi
pelajar aritmetika dan geometri. Selain memberikan rumus-rumus luas dan
cara-cara perkalian, pembagian, dan pengerjaan pecahan, lembaran itu
juga menjadi bukti bagi pengetahuan matematika lainnya, termasuk
bilangan komposit dan prima; rata-rata aritmetika, geometri, dan
harmonik; dan pemahaman sederhana Saringan Eratosthenes dan teori
bilangan sempurna (yaitu, bilangan 6). Lembaran itu juga berisi cara
menyelesaikan persamaan linear orde satu juga barisan aritmetika dan
geometri.
Naskah matematika Mesir penting lainnya adalah lembaran Moskwa, juga
dari zaman Kerajaan Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890 SM. Naskah ini
berisikan soal kata atau soal cerita, yang barangkali ditujukan sebagai
hiburan.
3) Teori Bilangan Pada Suku Bangsa India
Sulba Sutras (kira-kira 800–500 SM) merupakan tulisan-tulisan geometri
yang menggunakan bilangan irasional, bilangan prima, aturan tiga dan
akar kubik; menghitung akar kuadrat dari 2 sampai sebagian dari seratus
ribuan; memberikan metode konstruksi lingkaran yang luasnya menghampiri
persegi yang diberikan, menyelesaikan persamaan linear dan kuadrat;
mengembangkan tripel Pythagoras secara aljabar, dan memberikan
pernyataan dan bukti numerik untuk teorema Pythagoras.
Kira-kira abad ke-5 SM merumuskan aturan-aturan tata bahasa Sanskerta
menggunakan notasi yang sama dengan notasi matematika modern, dan
menggunakan aturan-aturan meta, transformasi, dan rekursi. Pingala
(kira-kira abad ke-3 sampai abad pertama SM) di dalam risalah prosodynya
menggunakan alat yang bersesuaian dengan sistem bilangan biner.
Pembahasannya tentang kombinatorika bersesuaian dengan versi dasar dari
teorema binomial. Karya Pingala juga berisi gagasan dasar tentang
bilangan Fibonacci.
Pada sekitar abad ke 6 SM, kelompok Pythagoras mengembangkan sifat-sifat
bilangan lengkap (perfect number), bilangan bersekawan (amicable
number), bilangan prima (prime number), bilangan segitiga (triangular
number), bilangan bujur sangkar (square number), bilangan segilima
(pentagonal number) serta bilangan-bilangan segibanyak (figurate
numbers) yang lain. Salah satu sifat bilangan segitiga yang terkenal
sampai sekarang disebut triple Pythagoras, yaitu : a.a + b.b = c.c yang
ditemukannya melalui perhitungan luas daerah bujur sangkar yang
sisi-sisinya merupakan sisi-sisi dari segitiga siku-siku dengan sisi
miring (hypotenosa) adalah c, dan sisi yang lain adalah a dan b. Hasil
kajian yang lain yang sangat popular sampai sekarang adalah pembedaan
bilangan prima dan bilangan komposit.
Bilangan prima adalah bilangan bulat positif lebih dari satu yang tidak
memiliki Faktor positif kecuali 1 dan bilangan itu sendiri. Bilangan
positif selain satu dan selain bilangan prima disebut bilangan komposit.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa masalah tentang bilangan prima telah
menarik perhatian matematikawan selama ribuan tahun, terutama yang
berkaitan dengan berapa banyaknya bilangan prima dan bagaimana rumus
yang dapat digunakan untuk mencari dan membuat daftar bilangan prima.
Dengan berkembangnya sistem numerasi, berkembang pula cara atau prosedur
aritmetis untuk landasan kerja, terutama untuk menjawab permasalahan
umum, melalui langkah-langkah tertentu, yang jelas yang disebut dengan
algoritma. Awal dari algoritma dikerjakan oleh Euclid.
Pada sekitar abad 4 S.M, Euclid mengembangkan konsep-konsep dasar
geometri dan teori bilangan. Buku Euclid yang ke VII memuat suatu
algoritma untuk mencari Faktor Persekutuan Terbesar dari dua bilangan
bulat positif dengan menggunakan suatu teknik atau prosedur yang
efisien, melalui sejumlah langkah yang terhingga. Kata algoritma berasal
dari algorism. Pada zaman Euclid, istilah ini belum dikenal. Kata
Algorism bersumber dari nama seorang muslim dan penulis buku terkenal
pada tahun 825 M., yaitu Abu Ja’far Muhammed ibn Musa Al-Khowarizmi.
Bagian akhir dari namanya (Al-Khowarizmi), mengilhami lahirnya istilah
Algorism. Istilah algoritma masuk kosakata kebanyakan orang pada saat
awal revolusi komputer, yaitu akhir tahun 1950.
Pada abad ke 3 S.M., perkembangan teori bilangan ditandai oleh hasil
kerja Erathosthenes, yang sekarang terkenal dengan nama Saringan
Erastosthenes (The Sieve of Erastosthenes). Dalam enam abad berikutnya,
Diopanthus menerbitkan buku yang bernama Arithmetika, yang membahas
penyelesaian persamaan didalam bilangan bulat dan bilangan rasional,
dalam bentuk lambang (bukan bentuk/bangun geometris seperti yang
dikembangkan oleh Euclid). Dengan kerja bentuk lambang ini, Diopanthus
disebut sebagai salah satu pendiri aljabar.
4) Teori Bilangan Pada Masa Sejarah (Masehi)
Awal kebangkitan teori bilangan modern dipelopori oleh Pierre de Fermat
(1601-1665), Leonhard Euler (1707-1783), J.L Lagrange (1736-1813), A.M.
Legendre (1752-1833), Dirichlet (1805-1859), Dedekind (1831-1916),
Riemann (1826-1866), Giussepe Peano (1858-1932), Poisson (1866-1962),
dan Hadamard (1865-1963). Sebagai seorang pangeran matematika, Gauss
begitu terpesona terhadap keindahan dan kecantikan teori bilangan, dan
untuk melukiskannya, ia menyebut teori bilangan sebagai the queen of
mathematics.
Pada masa ini, teori bilangan tidak hanya berkembang sebatas konsep,
tapi juga banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi. Hal ini dapat dilihat pada pemanfaatan konsep bilangan
dalam metode kode baris, kriptografi, komputer, dan lain sebagainya.
c. Sejarah Angka Nol
Angka nol diperkenalkan sebagai bilangan dan sebagai symbol untuk
mengisi ruang kosong pertama kali oleh al-Khwarizmi. Nol(0) yang dalam
bahasa inggris zero yang dapat diartikan pula empty atau kosong.
Sekitar tahun 300 SM orang babilonia telah memulai penggunaan dua buah
garis miring( // ) untuk menunjukkan sebuah tempat kosong, sebuah kolom
kosong pada Abakus. Simbol ini memudahkan seseorang untuk menentukan
letak sebuah symbol.
Angka nol sangat berguna dan merupakan simbol yang
menggambarkan sebuah tempat kosong dalam Abakus, sebuah kolom dengan
batu-batu yang ditempatkan di dasar. Kegunaannya hanya untuk memastikan
bahwa butiran-butiran tersebut berada di tempat yang tepat, angka nol
tidak memiliki nilai numeric tersendiri.
Pada komputer nol ini dapat merusak sistem, karena nol diartikan tidak
ada. Berapapun bilangan dikalikan dengan nol hasilnya tidak ada. Nah
inilah yang membuat bingung dalam operasi perhitungan. Perhatikan contoh
ini :
0 = 0 ( nol sama dengan nol, benar)
0 x 3 = 0 x 89 (nol sama-sama dikalikan dengan sebuah bilangan, karena juga akan bernilai nol)
(0 x 3)/0= (0 x 89)/0 (sebuah bilangan dibagi dengan bilangan yang sama, akan bernilai satu)
3 = 89 (???, hasil ini yang membuat bingung)
Angka nol berbenturan dengan salah satu prinsip utama filsafat barat,
sebuah dictum yang akar-akarnya terhujam dalam filsafat angka
Phythagoras dan nilai pentingnya tumbuh dari paradoks Zeno. seluruh
cosmos Yunani didirikan di atas pilar: tak ada kekosongan. Kosmos Yunani
yang dis=ciptakan oleh Phytagoras, Aristoteles dan Ptolemeus masih lama
bertahan himpunanelah keruntuhan peradaban Yunani. Dalam kosmos ini tak
ada ketiadaaan. Oleh karena itu, hampir sepanjang dua milinium
orang-orang barat tak bersedia menerima angka nol. Konsekuensinya
sungguh menakutkan. Ketiadaan angka nol menghambat perkembangan
matematika, menghalangi inovasi sains dan yang lebih berbahaya,
mengacaukan sistem penanggalan.
Sumber :
http://eduklinik.info/2010/11/20/sejarah-teori-bilangan/
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Number
Sumber : http://sejarahmatematiakabyandini.blogspot.com/2011/06/sejarah-bilangan-teori-bilangan.html
Lihat Selengkapnya »»