Rabu, 24 Oktober 2012

Qurban dan Perubahan Sosial

Oleh: Hj. Herlini Amran, MA.

Hj. Herlini Amran, MA.


Sejalan dengan pelaksanaan Ibadah Haji tgl 10 Zulhijjah 1433H, umat Islam juga melaksanakan Ibadah Qurban. Qurban sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an bermula ketika Nabi Ibrahim As diminta Allah SWT untuk menyembelih anaknya sendiri Nabi Ismail As, yang mana kemudian atas kekuasaanNya Ismail diganti dengan seekor sembelihan yang besar (kibas). Disebutkan dalam Al Qur’an, Allah memberi perintah melalui mimpi kepada Nabi Ibrahim untuk mempersembahkan Ismail. Hal sebagaimana diabadikan dalam QS Surat Ash Shaaffat ayat 102-107.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Sebagai anak yang shalih, Ismail benar-benar yakin bahwa apa yang disampaikan ayahnya Ibrahim merupakan perintah Allah SWT. Begitu juga Ibrahim, dengan kepasrahan dan ketulusannya berqurban menjalankan perintahNya. Padahal kita ketahui dalam sejarah bahwa Ismail adalah anak yang sangat dicintainya. Di sinilah melalui kisah Ibrahim Allah memberikan pembelajaran kepada ummat manusia bahwa betapapun kita mencintai sesuatu termasuk anak kita, namun Ibrahim menunjukkan betapa cintanya kepada Allah SWT melebihi dari segalanya.

Qurban sering diistilahkan dengan udhiyah atau Dhadiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan. Pelaksanaan qurban ini dilaksanakan pada bulan dzulhijjah pada tanggal 10 dan 11, 12 dan 13 (hari tasyrik) yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha. Sejarah qurban sebelum Nabi Ibrahim juga terjadi ketika Habil dan Qabil putera Nabi Adam As. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam QS Al-Maidah ayat 27 “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertaqwa”.

Perubahan Sosial
Dalam konteks berbangsa dan bernegara saat ini, pembelajaran qurban menjadi sangat relevan untuk kita aktualisasikan. Qurban merupakan wujud syukur kita kepada sang Pencipta. Selain itu, qurban memiliki dua karakter utama yakni adanya pengorbanan dan keikhlasan. Pengorbanan adalah sebuah karakter utama yang gemar untuk berbuat untuk orang lain. Karakter orang yang senang membantu orang lain. Dirinya akan gelisah ketika belum bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Begitu juga keikhlasan merupakan sebuah karakter kepasrahan atas kehendakNya. Karena ia yakin bahwa apa yang telah ditentukanNya pasti membawa kebaikan buat semua.

Di tengah berbagai permasalahan yang masih mendera bangsa ini sesungguhnya karakter pengorbanan dan keikhlasan menjadi sangat penting kita aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, pengorbanan. Program qurban, zakat, infaq shodaqoh dan wakaf yang selama ini telah berjalan di tengah-tengah masyarakat pada dasarnya merupakan wujud dari pengorbanan. Pada satu sisi, semakin banyak yang kita keluarkan untuk program tersebut semakin besar pula tabungan amal kita yang menjadi bekal di akhirat. Di sisi lain, semakin besar jumlah yang kita keluarkan untuk donasi tersebut maka akan semakin banyak pula masyarakat yang akan merasakan manfaatnya.
Untuk keluar dari berbagai permasalahan yang mendera bangsa ini khususnya yang terkait dengan persoalan hukum, ekonomi dan kemiskinan, maka semangat pengorbanan menjadi sangat penting. Sebagaimana yang telah dipersembahkan oleh para pahlawan bangsa dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Kepentingan umat dan bangsa adalah  lebih utama dari pada kepentingan hawa nafsu dan keserakahan. Semua anak bangsa bisa bekerja untuk Indonesia melalui profesi atau pekerjaan yang sedang digeluti. Setiap anak bangsa juga bisa mengoptimalkan perannya untuk membangun bangsa ini dengan mengorbankan tenaga, pikiran dan harta. Sehingga cita-cita menuju Indonesia sejahtera, berdaya dan berbudaya dapat terlaksana.

Kedua, keikhlasan merupakan sebuah karakter yang menjadi penggerak dalam setiap jiwa untuk mau dan mampu berbuat bagi kemaslahatan ummat. Dengan keikhlasan lah seseorang akan terus memiliki semangat untuk berbuat dan terus berbuat untuk kemajuan bangsanya. Tanpa adanya keikhlasan jiwa kita akan terasa berat untuk melakukan sesuatu bagi masyarakat. Keikhlasan perlu kita tumbuhkan dan terus dijaga agar senantiasa hadir dan melekat sebagai karakter diri kita. Keikhlasan adalah penyempurna semua pekerjaan dan pengorbanan. Keikhlasan akan melahirkan jiwa-jiwa manusia yang mampu bekerja keras, bekerja cerdas dan bekerja ikhlas.

Penutup
Pengorbanan dan keikhlasan akhirnya juga akan menjadi modal utama di dalam proses perubahan sosial di masyarakat. Negeri ini tentu akan bisa mencapai kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan ketika jiwa-jiwa masyarakatnya dipenuhi dengan karakter pengorbanan dan keikhlasan. Berbagai tantangan dan permasalahan yang ada seringkali terjadi tentu akan bisa diatasi dengan adanya jiwa pengorbanan dan keikhlasan tadi. Dua modal karakter ini jugalah yang menjadi spirit bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia, sehingga bangsa ini bisa merdeka. Saat ini dan ke depan kita terus memerlukan jiwa-jiwa yang mau dan mampu untuk berkorban dan ikhlas untuk bekerja untuk Indonesia mewujudkan perubahan sosial mencapai keadilan dan kesejahteraan bangsa.   Wallahu a’lam bish showab.