Rabu, 28 Maret 2012

Pemanfaatan Tekhnologi dapat Menekan Biaya Pendidikan


Pelatihan TIK bg Guru Pemanfaatan Tekhnologi dapat Menekan Biaya Pendidikan
Ket. Foto: Pelatihan TIK bagi guru-guru yang dilaksanakan di (Broad Learning Centre) Telkom Jember

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada era global seperti sekarang, guru mesti bersikap adaptif terhadap perkembangan dan dinamika yang terjadi. Mereka harus mampu memanfaatkan piranti TIK secara optimal untuk kepentingan pembelajaran. Hal ini seiring dengan gerak dunia pendidikan yang terus berkembang secara dinamis. Disamping itu, berdasarkan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, standar kompetensi guru dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang terintegrasi dalam kinerja guru. Dalam Permendiknas tersebut secara tersurat dicantumkan bahwa salah satu kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru adalah kemampuan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.
Namun apa yang tersaji di lapangan, ternyata masih jauh dari harapan pemerintah dan masyarakat sebagaimana yang tertuang dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007 tersebut. Menurut hasil dari sejumlah penelitian, tingkat penguasaan guru-guru di Indonesia terhadap TIK tidak lebih dari 50%. Artinya, lebih dari separuh guru di Indonesia masih buta tekhnologi. Jangankan berkelana di dunia maya, untuk membuka dan menutup komputer pun masih banyak guru yang belum bisa.
Kenyataan ini menjadi sangat ironis dengan kondisi di Negara-negara maju. Amerika salah satu misal. Sebagaimana yang ditulis oleh http://www.voanews.com pada 09 Februari 2012, siswa-siswi SMP dan SMA di Washington, telah menggunakan buku teks digital dalam proses belajar mengajar.

Melihat kenyataan yang jauh bertolak belakang tersebut, bangsa Indonesia semestinya sadar, dan segera bangkit untuk mengejar ketertinggalan dalam penguasaan TIK yang sedemikian jauh. Karena konon mereka yang menguasai dunia adalah mereka yang menguasai tekhnologi informasi dan komunikasi.
Begitu pentingkah penguasaan tekhnologi informasi dan komunikasi dalam proses belajar-mengajar? Dengan hanya melihat manfaat secara umum dari penguasaan TIK, siapapun tidak akan menampik bahwa TIK menjadi kebutuhan wajib yang harus dikuasai oleh siapapun yang hidup di jaman informasi seperti sekarang ini.
Namun, lebih dari itu, jika kita mampu memanfaatkan TIK dengan lebih maksimal, kita juga akan dapat menekan biaya pendidikan yang saat ini kerap dikeluhkan masyarakat, disamping manfaat lain berupa peningkatan kualitas pembelajaran.
Penekanan biaya operasional pendidikan lewat TIK bisa dilakukan dengan banyak cara. Salah satu contoh yang paling mudah adalah melakukan apa yang telah dilaksanakan siswa-siswi di Washington, yakni menggunakan komputer tablet untuk mengakses buku-buku teks digital, atau lebih khusus untuk mengakses Buku Sekolah Elektronik (BSE) yang telah disediakan Kementrian Pendidikan Nasional yang kini jumlahnya sudah mencapai 901 judul.

Terkait dengan pemanfaatan BSE, sebagaimana kita ketahui bersama, pihak yang paling diuntungkan sejak BSE diluncurkan tetap saja pihak penerbit. Sementara mereka yang terkait langsung dengan pendidikan, meski juga ikut menikmati keuntungan dari peluncuran BSE, namun keuntungan tersebut sebatas ditekannya harga buku, yang menurut masyarakat bawah masih terhitung mahal.
Merujuk hasil survey dari “Sentra Advokasi untuk Hak Pendidikan Rakyat” (SAHdaR), kebutuhan siswa SMP dan SMA terhadap buku ajar jika dirupiahkan, setiap semesternya tidak kurang dari Rp.450.000,00 atau setiap tahunnya tidak kurang dari Rp.900.000,00. Itupun setiap siswa hanya memperoleh satu judul buku untuk setiap mata pelajaran.

Sekarang mari kita bandingkan jika kita memanfaatkan TIK. Awalnya mungkin kita harus mengeluarkan anggaran yang cukup besar, meski hal itu juga bisa disiasati. Jika kita beli PC Tablet bermerek seperti Apple atau Galaxy Samsung memang butuh anggaran tidak kurang dari Rp.4,5 juta. Tapi kalau kita hanya memiliki anggaran sekitar Rp. 2 juta, laptop atau netbook sudah cukup mewakili. Bahkan andaikata hanya ada anggaran sekitar Rp. 1 juta, personal computerpun sudah cukup bisa dipakai untuk mengakses internet.
Pelatihan TIK bg Guru 2 Pemanfaatan Tekhnologi dapat Menekan Biaya Pendidikan 
Dengan modal awal tersebut, anak-anak kita sudah dapat mengakses semua BSE yang disediakan Kemendiknas, bisa membuka pustaka pengetahuan yang ada di Wikipedia, bisa menjelajah setiap penjuru dunia melalui berbagai situs yang bertebaran di dunia maya, sehingga metode pembelajaran tidak lagi dilakukan satu arah, dari guru kepada murid, tapi dua arah, karena terjadi proses sharing pengetahuan antara guru dengan murid.

Melalui internet, para peserta didik bisa mengakses berbagai informasi dan bahan ajar yang relevan dengan materi yang dipelajari. Siswa akan terinspirasi dan terasah kepekaaan logika dan imajinasinya melalui bahan ajar yang mereka peroleh melalui internet. Dengan demikian, mereka bisa melakukan pendalaman materi lebih lanjut secara kreatif di luar jam pelajaran efektif.
Bagaimana dengan ketersediaan jaringan internet dan biaya untuk mengakses internet?

Di situlah pokok persoalannya. Kendala terbesar penguasaan IT di kalangan guru, juga siswa adalah belum meratanya jaringan koneksi internet. Kesenjangan desa-kota masih sangat lebar. Sekolah-sekolah di daerah perkotaan sering kebanjiran bandwith, sementara di daerah pinggiran dan pedesaan masih banyak yang masuk kawasan “blank-spot”. Kesenjangan semacam ini, disadari atau tidak, berdampak luas terhadap penguasaan IT di kalangan guru dan murid. Belum lagi persoalan biaya koneksi internet yang masih tergolong mahal.

Untuk itu, harus ada “kemauan politik” dan kebijakan pemerintah yang berpihak sepenuhnya kepada pendidikan dalam hal ini sekolah dan guru, agar mereka benar-benar mampu memanfaatkan kemajuan teknologi untuk kepentingan pembelajaran. Layanan internet murah jangan hanya sebatas slogan dan retorika. Jika perlu, sediakan subsidi, karena pendidikan juga merupakan kebutuhan yang vital. Jika layanan internet murah, bahkan gratis bisa direalisasikan oleh pemerintah, percaya atau tidak, keluhan tentang mahalnya pendidikan sebagaimana yang selama ini kerap dilontarkan oleh masyarakat, tidak akan lagi terdengar. (*)
Penulis: Agus Kurniawan  (Redaktur pelaksana: situstalenta.com)